Tuan Mayer baru saja tiba di New York. Ia langsung bergegas menuju apartemen Mattew. Setelah membunyikan bel, pintu terbuka dan Mattew terkejut melihatnya. Tanpa aba-aba ia langsung bergeser dan membiarkan kakeknya masuk.
"Dimana ayahmu?".
"Aku...mengusirnya!".
Tuan Mayer berbalik dengan wajah keheranan. Ia ingin bertanya tapi sesuatu terlintas di kepalanya, ia sudah tahu jawabannya.
"Apa ia kembali ke Copenhagen? ".
"Aku tidak tahu. Dan itu bukan urusanku!".
Suasana sedikit canggung saat jawaban itu keluar dari mulut Mattew. Tuan Mayer tidak menyangka bahwa respon Mattew akan seperti ini. Tapi ia juga tidak bisa menyalahkan cucunya karena ia memang sudah tumbuh dewasa.
"Kapan upacara kelulusanmu?".
"Akhir bulan".
"Dimana Shawn?".
"Ada di kamar. Aku akan memanggilnya".
"Tidak perlu. Kakek akan meminta Theodor menyiapkan kepulangannya".
"Aku yang akan mengantarnya pulang. Aku juga...ingin bertemu ibu".
Mata Mattew berkaca-kaca saat menyebut kata ibu. Ia tahu dengan baik seperti apa ibunya. Ia membuang mukanya cepat agar kakeknya tidak melihat air matanya.
"Beritahu kakek jika kalian berangkat. Kakek akan meminta Theodor menjemput kalian berdua di bandara".
Tak ada sahutan dari Mattew. Bahkan saat Tuan Mayer pamit ia hanya melihatnya sekilas tanpa bicara.
Mattew pergi ke kamarnya dan melihat Shawn sedang berkemas. Ia sama sekali tidak menoleh pada Mattew.
"Kakek baru saja pergi".
Sebenarnya Shawn kaget dan ingin bertanya namun mengingat apa yang telah Mattew lakukan pada ayahnya, ia kembali terdiam.
"Aku akan memesan tiket. Kita akan berangkat sore nanti".
Masih tak ada jawaban. Dengan kesal Mattew keluar dari kamarnya. Setelah bersiap ia memesan taksi dan membawa Shawn pergi ke bandara.
Selama penerbangan ia sama sekali tidak bicara. Wajah ibunya memenuhi pikirannya.
Begitu tiba di Kopenhagen mereka langsung pulang ke Naerum. Saat tiba di sana suasana tampak sepi. Dengan langkah perlahan Mattew pergi ke kamar ibunya sedangkan Shawn langsung pergi ke kamarnya. Ia sama sekali tidak bicara dengan Mattew dari kemarin.
"Mom...".
Panggil Mattew begitu melihat ibunya yang sedang berdiri di jendela. Sebelum Elena berbalik, Mattew sudah berlari dan memeluknya erat.
Tangis Elena pecah saat berada dalam pelukan putra sulungnya itu. Ia bahkan sesenggukan.
"Kita akan melewati ini bersama. Jangan pedulikan apa kata orang".
Mattew tidak bisa menahan hatinya. Ia menguatkan ibunya tapi ia juga menangis. Hatinya teramat sakit dengan kenyataan ini.
Dulu, jika ia mendengar perceraian orang tua dari teman-temannya, ia selalu merasa bangga bahwa ayah dan ibunya hidup bahagia dan saling mencintai. Tak pernah ia melihat keduanya bertengkar atau salah paham. Ibunya seperti malaikat sedangkan ayahnya adalah super hero untuk mereka bertiga. Sungguh sempurna kehidupan mereka bahkan sampai beberapa bulan yang lalu.
"Apa kau lapar?".
Tanya Elena memutus lamunan Mattew. Putranya mengangguk. Ia menyeka air matanya dan tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND HOME (TAMAT)
Romance"Aku menikahimu karena aku sangat menghormati ayahmu". Kalimat Frank Jensen membuat seluruh perasaan Elena Mayer membeku. Sungguh bukan itu yang ada di kepalanya selama 16 tahun menikah dengan suaminya. Pernikahan yang semula bahagia dan tentram tib...