15. Bukan Peran Utama 🔞

11K 568 45
                                    

Warning : NC scene, read at your own risk!🌚🔞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warning : NC scene, read at your own risk!
🌚🔞

"Kau brengsek, Jung Jeno."

Jeno hanya bisa menghembuskan napas pendek setelah merasakan tamparan dari Winter di pipinya. Tamu restoran lain yang ada di sekitar mereka sempat menjadi penonton adegan tak mengenakkan itu. Tidak, Jeno tidak merasa malu. Ia memang pantas mendapatkan ini semua. Bahkan tamparan Winter tidaklah cukup menebus semua kesalahannya pada gadis itu.

"Kau benar-benar tidak bisa menghargai semua usahaku selama ini? Semua kebaikan yang ku lakukan apa sungguh tidak berarti di matamu?" Suara Winter terdengar bergetar. Ia menahan tangis karena tidak mau terlihat lemah di hadapan lelaki yang baru saja menolaknya, bahkan sebelum mereka resmi menjadi sepasang kekasih.

Jeno mengayunkan tatapannya untuk bertemu dengan mata beriris coklat yang begitu menghakiminya. Gerakan tubuhnya harus tetap tenang menghadapi amarah seorang gadis. "Winter, ini sudah menjadi keputusan akhirku. Aku tidak bisa terus terusan memberimu harapan sementara hatiku akan tetap berlabuh pada orang yang sama."

Winter mendecih, dengan seringai yang meremehkan perkataan Jeno. Itu terdengar seperti dialog dalam film romansa kacangan. "Jangan bodoh Jung Jeno. Renjun bahkan sudah menjadi milik lelaki lain. Kau yang masih menyimpan perasaan konyol itu sementara Renjun sudah melupakanmu sejak tujuh tahun yang lalu. Cintamu itu tidak pernah terbalaskan."

Tangan Jeno terkepal di bawah meja. Jika saja Winter bukan wanita, mungkin ia sudah menonjok wajahnya detik itu juga. Renjun tidak seperti yang Winter bicarakan. Perkataan Renjun tempo hari lalu adalah sebuah harapan besar bahwa ia bisa memiliki cintanya kembali. "Kau tidak tahu apa-apa soal hubungan kami jadi jangan bicara sembarangan."

"Kau yang terlalu naif!" Winter tidak sengaja meninggikan suaranya. "Kau adalah laki-laki paling bodoh yang pernah aku temui. Renjun itu pergi darimu karena dia tidak pernah mencintaimu. Dia tidak tahan berpacaran denganmu. Harusnya kau sadar dan berhenti menaruh harapan padanya."

"Tidak, kau salah. Kami saling mencintai. Kalau tidak, mana mungkin dulu Renjun mempertahankan kehamilannya? Aku bahkan masih ingat bagaimana dia sangat bahagia setelah melahirkan Jisung."

"Lalu kenapa dia pergi? Ibu macam apa yang tega meninggalkan anaknya yang sedang demam tinggi? Sudahlah Jeno, kau itu dibutakan oleh perasaanmu sendiri. Mungkin Renjun pernah jatuh cinta padamu saat awal-awal kalian berpacaran. Tapi setelah menjalani hidup yang menyedihkan denganmu, pada akhirnya dia pergi juga kan. Lagipula, orang tua Renjun juga tidak pernah menerimamu..."

"Cukup!" Jeno merasa gendang telinganya nyaris pecah. Kali ini, ia tak bisa bersikap sabar lagi. Menurutnya Winter sudah sangat keterlaluan dengan menuduh Renjun yang macam-macam padahal dirinya lah yang harus disalahkan. "Jangan menyangkut pautkan Renjun ke dalam masalah kita. Karena yang sejak awal menyulut api adalah kau sendiri, Winter. Kau menyukaiku meskipun kau tahu aku adalah kekasih sahabatmu sendiri. Bodohnya lagi, kau membiarkan perasaan itu semakin dalam, padahal kau tahu kalau aku tidak pernah mencintai orang lain selain Renjun. Kau tidak seharusnya menitipkan perasaan pada seorang laki-laki yang sudah menemukan belahan jiwanya. Kau tidak pernah menjadi peran utama dalam kehidupanku, Winter. Lebih baik kau membuka hatimu untuk orang lain karena aku pun tidak ingin menyakitimu lebih jauh lagi."

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang