41. Berdamai Dengan Takdir

5.7K 454 42
                                    

Maaf banget updatenya lama karena tetiba aku kena writer's block

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maaf banget updatenya lama karena tetiba aku kena writer's block. Storyline udah ada cuman bingung mau nulisnya gmn 😭
Happy reading, 2 chapter terakhir tinggal happy happy aja kok 🥹

•♡•

1 tahun kemudian.

"Apa yang kau rasakan sekarang, Jeno?" Tanya dokter Lee sembari membenarkan letak kacamatanya.

Sepertinya, luka telah menjadi satu bagian dalam diri Jeno yang tak bisa dipisahkan. Ia menyadari jika selama hidupnya, luka datang silih berganti bagaikan teman yang mengajarkannya banyak hal. Luka pertamanya tentu saat ia kehilangan maminya. Dari luka itu ia belajar bahwa orang yang kita cintai, tidak selamanya berada di sisi kita. Lalu yang kedua adalah luka saat papinya pergi. Luka itu mengajarkan bahwa di dunia ini yang bisa diandalkan adalah dirinya sendiri. Kemudian, ia terluka karena menghilangnya Renjun secara tiba-tiba. Ia mulai memahami makna dari kehadiran seseorang, bahwa ia tidak boleh menyia-nyiakan orang yang begitu berharga dalam hidupnya. Sekaligus menyadari jika cinta seharusnya dijaga dengan semestinya. Yang terakhir, menjadi luka yang teramat dalam dan membekas. Yakni ketika papi meninggalkan dunia ini selamanya. Awalnya, Jeno hanya berpikir jika ia terluka karena penyesalan. Namun ternyata, luka itu mengajarinya bahwa tidak seharusnya kita menghabiskan waktu hidup yang singkat untuk menaruh kebencian pada orang lain.

"Dulu, aku selalu mempertanyakan mengapa hidupku harus penuh dengan luka. Seperti penderitaan yang tak pernah berakhir. Saking seringnya terluka, aku sampai tidak berani mengharapkan kebahagiaan. Aku terlalu takut tidak bisa menggapainya dan berakhir terluka lagi. Namun sekarang, aku tahu jika semua luka itu mempunyai tujuannya masing-masing."

Dokter Lee mengangguk dan tangan kanannya sibuk menulis catatan di sebuah buku. "Apa ada seseorang yang membantumu menyadari semua ini?"

"Tentu," jawab Jeno tanpa ragu. "Dan aku berterima kasih pada mereka. Terutama papi."

"Papi," ulang dokter Lee. "Kau merindukannya?"

"Setiap hari, dokter. Sampai detik ini pun sebenarnya aku masih merasa jika papi ada di sekitarku, menemaniku. Walau pun aku sudah bisa menerima takdir bahwa beliau sudah tiada." Jeno tidak berbohong. Entah hanya perasaannya saja, tapi kehadiran itu masih sering ia rasakan.

"Itu wajar, karena kau memiliki ikatan batin yang kuat dengan papimu." Jelas dokter Lee yang langsung memunculkan ekspresi ketidak percayaan di wajah pasiennya.

"Ikatan batin? Apa itu mungkin? Saat papi masih hidup aku bahkan tidak pernah merasa sedekat itu dengannya."

Dokter Lee paham dengan keraguan Jeno. Selama menangani pasien, kasus yang dialami Jeno sebenarnya juga sering ia temukan pada orang lain. Tidak semua anak menyadari jika mereka memiliki ikatan batin yang kuat dengan orang tuanya.

"Secara fisik mungkin memang tidak dekat. Tapi kau tidak bisa berbohong jika bicara soal batin. Selama ini kau mengabaikan perasaan itu dan menutupnya dengan rasa benci. Karena beberapa alasan yang membuatmu membenci papimu, kau buta akan chemistry yang terjalin kuat di antara kalian."

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang