18. Perpisahan Tanpa Pamit

5.1K 554 55
                                    

Happy 10k+ reads! Makasih supportnya readernim! ♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy 10k+ reads! Makasih supportnya readernim! ♡

Warna putih di plafon kamar merupakan hal pertama yang ditangkap oleh penglihatan Renjun. Aroma obat-obatan langsung memenuhi penciumannya. Begitu netra kembarnya terbuka sempurna, Renjun merasakan kepalanya seperti dihantam oleh benda yang sangat keras. Pandangannya masih berputar-putar hingga tanpa sadar tangannya yang dipasangi selang infus meremat seprai.

Aku dimana? Pertanyaan pertama yang muncul di benak Renjun saat ini. Otaknya kembali memutar ingatan terakhir sebelum ia tidak sadarkan diri.

"Tapi aku sangat mencintaimu, Renjun. Aku tidak bisa memiliki perasaan yang sama pada orang lain. Kau tidak harus memberiku harapan, cukup diam dan biarkan aku berusaha."

Jeno! Batinnya langsung meneriakkan nama pria itu. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan keinginannya untuk melihat Jeno seakan begitu menggebu. Renjun sangat merindukannya, bayangan wajah Jeno yang selalu mengisi hari-harinya hingga detik ini, mulai bermunculan di dalam otaknya.

Akhirnya, kepingan memori yang hilang telah kembali.

"Renjun? Sayang kau sudah sadar?" Terdengar suara Winwin yang begitu cemas namun wajahnya menyiratkan kelegaan. Ia menekan bel yang ada di dekat tempat tidur Renjun. Tak lama kemudian, seorang dokter dan perawat datang untuk memeriksa keadaan sang anak.

"Mama, Jeno mana?" Renjun melihat raut ibunya berubah tidak suka. Setelah dokter memeriksa Renjun dan memastikan jika kondisinya sudah membaik, mengapa justru pertanyaan soal Jeno yang diutarakan?

"Sayang, sebentar lagi papimu datang." Winwin mengalihkan perhatian.

"Jeno dimana ma? Renjun ingin bertemu Jeno," Renjun memohon dengan menyedihkan. Ia harus tahu bagaimana kondisi Jeno pasca kecelakaan. Perasaannya tidak tenang jika ingat bagaimana parahnya kecelakaan itu.

"Dengarkan mama sayang," Winwin mengusap kepala anaknya dengan begitu lembut. "Tolong, untuk saat ini kau jangan menanyakan tentang Jeno dulu ya? Apalagi di depan papimu nanti. Papi sangat khawatir mengetahui kau kecelakaan, apalagi kau sedang bersama Jeno."

"Tapi Jeno baik-baik saja kan ma?" Kedua mata Renjun mulai berkaca-kaca.

Melihat Renjun yang sehancur ini lantas menyadarkan Winwin bahwa perasaan keduanya memang tidak bisa dipisahkan. Bahkan setelah Renjun kehilangan ingatannya, hatinya tetap mencari Jeno. Kedua tangan Winwin bergerak untuk memeluk buah hatinya. Perasaan sedih, takut, dan khawatir bercampur menjadi satu di dalam batinnya. "Sayang, kenapa kau harus jatuh cinta pada orang yang salah? Jeno itu hidupnya tidak baik nak. Dia selalu menempatkanmu dalam bahaya. Mama tidak mau anak mama terluka. Mama tidak mau kehilanganmu, Ren."

Perkataan Winwin justru membuat Renjun semakin terisak. Ia teringat bagaimana perjuangan Jeno melawan rasa traumanya. Orang lain mungkin akan menganggap Jeno sebagai sosok yang keji. Tapi di mata Renjun, Jeno hanyalah seorang anak yang mendambakan kebahagiaan kecil di hidupnya.

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang