17. Bicara Tentang Hati

5.1K 524 52
                                    

JENO POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


JENO POV

Dia menghindariku.

Sejak malam itu, Renjun benar-benar tidak mau menemuiku lagi. Ini sudah hari ketiga dan aku belum melihatnya sama sekali. Lelaki itu bahkan tidak pernah menjawab telpon atau membalas pesan. Dampaknya, Jisung terus merengek agar aku mau membawa Renjun kembali padanya.

Bukan hanya kau yang merindukan mamamu, nak. Tapi papa juga.

Masalahnya adalah aku tidak mau merendahkan harga diriku untuk meminta maaf pada Winter. Aku sudah mengatakannya secara jelas kemarin bahwa aku tidak bisa menerimanya karena masih mencintai Renjun. Lagipula, itu salahnya sendiri yang tidak berhenti mengharapkanku meskipun tahu aku sudah menyimpan rasa untuk orang lain, sahabatnya.

Aku masih teguh pada pendirianku sampai pagi ini, aku menyerah. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke rumah keluarga Winter. Aku berniat untuk meminta maaf bukan hanya pada gadis itu, tapi kedua orang tuanya juga.

Dan sudah bisa ditebak bagaimana reaksi orang tua Winter,

BUGH! Aku menerima bogeman mentah dari papinya. Itu bukanlah hukuman yang sebanding dengan sakit hati yang kutorehkan untuk putri mereka. Aku pantas untuk menerimanya. Aku tidak membela diri saat pria setengah baya yang begitu kuhormati, mengeluarkan segala jenis sumpah serapahnya.

"Dasar tidak tahu diri! Beraninya kau mempermainkan anakku!"

"Papi sudah pi, kasihan Jeno." Winter menahan papinya untuk tidak memukuliku lebih parah lagi. Sungguh miris, bahkan setelah aku menyakitinya gadis itu masih tetap membelaku.

"Untuk apa kau membela laki-laki tolol seperti dia? Papi tidak sudi kau dibuat menangis olehnya!"

"Aku juga marah pada Jeno tapi tolong berhenti memukulinya! Biar aku saja yang menyelesaikan masalah kami."

Winter berhasil menyelamatkanku dari amukan papinya. Kami berdua pergi ke taman belakang rumah untuk membicarakan soal perasaan masing-masing. Tentu saja, dengan cara yang lebih baik dibanding saat terakhir kali aku menemuinya.

"Sejujurnya kata maaf dariku mungkin tidak cukup untuk menyembuhkan luka di hatimu. Tapi aku tetap meminta maaf atas semua kesalahanku. Seharusnya aku tidak pernah memberimu harapan. Kau sudah sangat baik padaku selama ini tapi aku malah membalasnya dengan buruk. Maafkan aku, Minjeong."

Mata hazel dengan bulu mata lentik itu mengerjap sesaat. Sepertinya dia terkejut ketika aku memanggilnya dengan nama asli. Sesuatu yang sudah jarang aku lakukan.

"Ya, aku memang hancur setelah kau menyuruhku untuk berhenti. Aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya karena perasaan ini sudah terlalu dalam."

Aku baru menyadari satu kemiripan antara diriku dan Winter. Kami sama-sama pintar merawat perasaan untuk seseorang. Winter yang tidak lelah mencintaiku selama bertahun-tahun sedangkan aku yang tidak berhenti mengharapkan Renjun kembali meski ia pergi tanpa kabar.

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang