16. Duri Dalam Persahabatan

6.3K 560 57
                                    

Setelah menjemput Jisung di sekolahnya, Jeno langsung membawa dua kesayangannya itu untuk menikmati santap siang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah menjemput Jisung di sekolahnya, Jeno langsung membawa dua kesayangannya itu untuk menikmati santap siang. Penentuan menu pun sempat membuat Jeno pusing karena anaknya yang mendadak rewel tidak mau makan. Kalau sudah begini Renjun lah yang harus turun tangan berusaha membujuk si kecil. Hingga akhirnya dipilihlah sebuah restoran Jepang yang akan menjadi tempat mereka mengisi perut kosong.

Suasana di dalam restoran masih ramai meskipun jam makan siang sudah lewat. Maklum saja, restoran yang menyajikan hidangan berbahan ikan khas dari Jepang itu memang populer dengan citarasanya yang sangat otentik. Karena ruangan di lantai satu sudah dipenuhi oleh para tamu, akhirnya Jeno memilih ruang vip di lantai dua yang lebih private dan nyaman.

Renjun berjalan bersisihan dengan Jeno yang terus menggandengnya sejak turun dari mobil. Sementara Jisung tampak diam berada di gendongan papanya. Mereka mengikuti seorang pramusaji yang menunjukkan jalan menuju ruangan khusus tamu vip.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk memesan makanan. Beruntung, Jisung juga bersikap lebih bersahabat kali ini. Mungkin anak itu menjadi lapar setelah mencium aroma masakan yang begitu lezat di lantai satu tadi. Selama menunggu makanan datang, Renjun dan Jisung asyik bercengkrama membicarakan kegiatan di sekolah anak itu. Sampai-sampai, Jeno yang memang tidak terlalu ikut ke dalam obrolan, merasa diacuhkan.

"Iyakah mama? Haechan aunty sudah punya adik bayi?" Tanya Jisung menggebu-gebu begitu Renjun memberitahunya bahwa Haechan baru saja melahirkan.

"Iya sayang, tadi mama sendiri yang mengantar Haechan aunty. Jiji mau bertemu dengan adik bayi?"

Jisung mengangguk dengan penuh semangat. "Mau! Mau! Jiji mau lihat adik bayinya Haechan aunty. Adik bayi pasti lucu sekali. Jiji mau mengajak adik bayi main sepak bola."

"Mana bisa? Anaknya Haechan aunty itu baru lahir. Jiji harus menunggu beberapa tahun lagi baru bisa mengajaknya main sepak bola," celetuk Jeno yang langsung mendapatkan tatapan sengit dari sang anak.

"Bisa papa. Kata teman Jiji, dia suka main bola sama adiknya. Adiknya masih bayi."

"Jangan dipercaya omongan temanmu. Kau itu sudah dibohongi."

"Jeno..." Renjun memperingatkan sebelum Jeno membuat mood anaknya menjadi berantakan. "Sayang, papa benar. Adik bayi itu masih sangat kecil. Dia hanya bisa makan, minum, dan tidur. Belum bisa main bola bersama Jiji. Jiji mau kan menunggu sebentar sampai adik bayi tumbuh besar?"

Jisung mengerjapkan mata dan mengangguk. Tiba-tiba terlintas sesuatu yang memancing rasa ingin tahunya. "Waktu Jiji masih bayi, apa Jiji juga seperti itu ma?"

Renjun tersenyum sambil mengelus rambut anaknya dengan lembut. "Iya, semua adik bayi seperti itu sayang. Jiji adalah bayi yang sangat lucu."

"Jiji merepotkan mama ya?"

"Tentu saja tidak."

"Tapi kenapa mama pergi? Kenapa Jiji hanya bersama papa?"

Pertanyaan polos dari sang anak bagai sebuah tamparan bagi Renjun. Hatinya terasa nyeri bukan main, apalagi saat Jisung menatapnya lugu menunggu sebuah jawaban. "Sayang, mama ..."

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang