9. Perasaan yang Berubah

6K 591 45
                                    

Nakamoto Renjun masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nakamoto Renjun masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya. Di depan sebuah cermin besar, dengan terburu-buru ia menanggalkan semua pakaian atasnya. Tangannya kemudian meraba bekas luka jahitan yang melintang di atas perut.

Renjun juga tidak ingat kapan ia mendapatkan luka itu. Saat bertanya pada Winwin, Mamanya menjawab jika itu adalah jahitan pasca operasi usus buntu. Walau hatinya merasa janggal tapi Renjun tidak pernah membahasnya lagi dan sekarang ia marah karena telah dibohongi.

Itu bukan luka jahitan karena operasi usus buntu, tapi operasi caesar saat Renjun melahirkan Jisung.

Renjun terduduk di atas lantai dengan pandangan kosong. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Kejadian di pesta tadi membuat jiwanya terguncang. Renjun terlalu syok dengan kenyataan bahwa ia memiliki seorang anak lelaki berusia tujuh tahun.

"Shibal! Shibal!" Umpat Renjun sambil memukuli lantai hingga kepalan tangannya memerah. Air matanya mulai bercucuran membasahi pipi. Renjun merasa sangat membenci dirinya sendiri saat ini.

"Kok bisa ada seorang ibu yang tega meninggalkan anak selucu dia?"

Renjun teringat pada kata-katanya sendiri saat menceritakan Jisung. Ia tidak menyangka jika ibu yang dimaksud adalah dirinya. Dirinya yang entah apa sebabnya meninggalkan Jisung. Seketika, perasaan bersalah sekaligus kebingunan bercampur menjadi satu.

"Mama, jangan pergi lagi ya. Jiji janji tidak akan nakal lagi."

Ratapan mata yang polos itu begitu menusuk batinnya. Jisung bahkan menyimpan rasa bersalah yang tidak seharusnya. Renjun sangat ingin mengulang masa lalu agar tetap bisa bersama sang anak dan menyaksikan tumbuh kembangnya. Renjun ingin memberikan kasih sayang seorang ibu yang tidak pernah Jisung rasakan selama ini.

Namun tetap saja, ia tidak mengingat apapun. Memorinya bersama Jeno dan Jisung seakan terhapus begitu saja.

"Aarrgghh!!!" Renjun memukul-mukul kepalanya sendiri. Memaksakan ingatannya untuk bekerja. Mencari ingatan yang terpendam di antara jutaan kepingan memori.

"Kau... hamil?"

"Maaf... maafkan aku Renjun. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan menikahimu."

"Keluar dari rumah Papi sekarang juga!"

"Kau sudah mencoreng nama baik keluarga!"

"Kita akan baik-baik saja. Aku janji."

Renjun memegangi kepalanya yang terasa sakit luar biasa. Otaknya tiba-tiba menjadi sangat berisik. Berbagai memori bermunculan secara acak, semua itu membuat pandangannya berputar-putar.

"Berhenti... aku mohon... berhenti..." Lirih Renjun sudah tidak sanggup menahan rasa sakit yang mendera. Tubuhnya seolah dipaksa menerima beban yang tidak seharusnya. Ia ingin menemukan kembali ingatannya yang hilang. Tapi bukan begini caranya.

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang