22. Persona Nakamoto Jeno

5.2K 510 30
                                    

Hari demi hari berlalu dan Renjun masih belum memutuskan bagaimana ia harus mengambil sikap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari demi hari berlalu dan Renjun masih belum memutuskan bagaimana ia harus mengambil sikap. Hubungannya dengan Jeno menjadi semakin dekat bahkan pria itu sudah terbiasa memberikan afeksi layaknya sepasang kekasih. Di sisi lain, Jaemin makin disibukkan dengan kegiatannya di layar kaca juga restoran sehingga intensitas pertemuannya dengan Renjun sedikit berkurang.

Renjun bergelut dengan dilemanya sendiri. Mengapa seolah-olah ada jarak di antara dirinya dan Jaemin kemudian Jeno datang mengisi kekosongan itu?

"Kau mau ke galeri jam berapa?" Tanya Jeno, membuyarkan lamunan Renjun.

Keduanya sedang melanjutkan lukisan yang awalnya dibuat oleh Jeno. Sekarang sudah mulai terlihat gambar Jeno yang sedang menggendong Jisung di pundaknya, kemudian Renjun berdiri di sisinya sambil menggenggam tangan mungil sang anak. Ketiganya sama-sama tersenyum bahagia di bawah pohon bunga sakura yang sedang bermekaran.

"Sebentar lagi. Hari ini jadwalnya pemotretan untuk katalog. Mungkin aku akan pulang malam seperti kemarin." Renjun menyelesaikan kegiatannya mewarnai rambut Jisung yang kecoklatan. Senyum kecilnya muncul begitu puas dengan hasilnya.

"Jangan bekerja terlalu keras, sayang. Walaupun yang kau lakukan sekarang adalah mimpimu sejak lama, tapi kau juga harus tahu kapan waktunya istirahat. Nanti aku kirimkan makanan lagi ya?"

Renjun tertegun sejenak sambil menatap Jeno dalam diamnya. Jeno masih memperlakukannya dengan begitu baik, sementara ia memutuskan saja belum bisa.

"Kenapa?" Jeno menyelipkan helaian poni Renjun ke belakang telinga.

"Maaf," cicit Renjun tak berani menatap sang dominan.

"Untuk?"

"Karena aku belum bisa menentukan perasaanku sendiri."

Jeno meletakkan kuasnya lalu mengamati Renjun yang terus menunduk sambil meremat jemarinya. Tahu betul bagaimana Renjun dilanda kegelisahan akhir-akhir ini. Meskipun ia juga harus menahan sakit ketika tidak sengaja mencuri dengar kemesraan Renjun dengan Jaemin melalui telpon di tengah malam, tapi semua itu tidak dipedulikannya. Jeno rela menerima beribu rasa perih asalkan Renjun mau pulang kepadanya.

"Tidak perlu dipikirkan, jalani saja. Pelan-pelan kau akan tahu siapa yang selalu ada di sisimu, dan hatimu akan kembali ke pemilik yang seharusnya."

"Kenapa tidak marah?"

Jeno memandang dengan bingung. "Huh?"

"Marah saja padaku Jen. Kalau status kita masih suami istri bukankah artinya aku sedang menyelingkuhimu sekarang? Tapi kenapa kau diam saja? Harusnya kau membenciku kan?" Renjun mengeraskan suaranya. Ia benci menjadi antagonis untuk manusia berhati malaikat seperti Jeno.

"Ssshh sayang," Jeno memegang wajah Renjun agar submisifnya bisa lebih tenang. "Yang dari awal menginginkan ini semua adalah aku. Kau bahkan tidak mau memberiku harapan, tapi aku tetap bersikeras untuk berjuang. Renjun, kau tidak salah apa-apa. Hubunganmu dengan Jaemin pun dimulai ketika ingatanmu tentangku masih hilang. Kalau saja kau tidak hilang ingatan, aku percaya kau tidak akan jatuh cinta pada lelaki lain."

BE MY HOME | Noren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang