Bab 23. Penaklukan Panchala

2.4K 236 31
                                    

Happy reading...
Selamat membaca
Jangan lupa ninggalin jejak kalian . terimakasih banyak 🥰

Karena Para Pangeran Hastinapura sudah kembali ke istana serta usia mereka yang sudah memasuki usia kedewasaan, maka mau tak mau Raja Dretarasta harus melantik seorang putra Mahkota.

Bila menurut hukum adat turun-temurun maka pangeran tertualah yang harus menjadi calon matahari kerajaan Hastinapura.
Tapi menurut Resi Bisma, justru pangeran yang memiliki kelayakan dan kebijaksanaan yang harusnya menjadi  Putra Mahkota, dan hanya ada satu nama yang memiliki segalanya yaitu Pangeran Yudistira.

Ketika sedang terjadi perdebatan besar di balai urung tentang siapakah yang akan menjadi penerus dari Raja Dretarasta, seorang Resi dan putranya datang ke tengah ruangan singgasana. Kedatangannya sudah mampu membuat suasana menjadi hening.
Wajah resi itu telah penuh kerutan halus, walaupun begitu tak mengurangi kharismanya.

Sang Maha Guru itu berkata,
"Kalian tidak bisa menentukan siapakah Pangeran mahkota yang akan terpilih,
Sedangkan mereka memiliki sebuah janji pada Maha gurunya."
Matanya menatap berani ke arah Raja Dretarasta dan Resi Bisma.

"Janji itu adalah membawakan Drupada kehadapan gurunya, serta membalas penghinaan Drupada pada maha gurunya!" Kata Resi Drona lantang,

Disisi ini Drupadalah yang bersalah,  waktu Drupada masih menjadi pangeran yang belum mendapat kelayakan untuk menjadi seorang Raja, Drona dan Pandu membantunya hingga ia menjadi Raja besar di Panchala, dengan menjanjikan akan memberi separuh wilayah Panchala pada Resi Drona.
Tapi Drupada mendustai janji, dia tak menepati omongan nya dan malah menghina Drona yang saat itu masih di bawah bayangan kemiskinan dan kemelaratan.

Bhisma yang merupakan penengah di antara kedua sahabatnya lebih memihak pada Drona, sehingga persahabatan itu menjadi hancur dan hanya menyisakan dendam tak berujung.
Persahabatan itu hancur hanya karena sebuah omongan yang tidak bisa dipegang dan keegoisan diatas segalanya.

Raja Dretarasta mengetuk-ngetuk kursi singgasana, tingkah lakunya telah dipenuhi oleh kegelisahan.

"Yang Mulia, bila begini para Pangeran tidak dapat dipilih sebagai kandidat calon putra mahkota, bila mereka masih terikat janji pada Guru mereka yang telah membuat mereka menjadi sehebat ini." Kata Widura.
Bagaimanapun Guru Drona adalah seorang Resi sekaligus ksatria yang paling berjasa pada Hastinapura, sungguh di sayangkan bila Resi sakti itu angkat kaki dari Hastinapura karena permintaannya yang tak terkabulkan.

Sekali lagi Raja Dretarasta mengetuk-ngetuk kursi singgasana, ini bukan masalah menepati janji antara guru dan murid, tapi ini akan menjadi masalah dua kerajaan besar yang bertetangga.

Bila harus membawa Drupada ke hadapan Guru Drona maka artinya Hastinapura mengangkat senjata pada Panchala, itu akan berefek pada rakyat dan wilayahnya, ada banyak resiko yang harus dibayar.

Raja Dretarasta masih diam, dia enggan membuka mulutnya.
Melihat keterdiamannya membuat hati Guru Drona tersinggung, dengan langkah kecewa dia berjalan keluar, tapi sebuah suara dengan nada meyakinkan menghentikan langkahnya.

"Guru Drona, saya bersumpah akan membalaskan dendam anda dan membawa Drupada ke bawah kaki anda. Akan saya balas penghinaannya pada guru saya!" Kata seseorang berpakaian sutra berwarna putih tulang, ada banyak set perhiasan di tubuhnya membuatnya terlihat paling bersinar diantara semua pangeran.

"Arjuna muridku." Gumam Guru Drona, matanya memancarkan kebanggaan padanya membuat Aswatama mengepalkan tangannya karena rasa iri yang tak terbendung. Ayahnya itu selalu membanding-bandingkan dirinya dengan anak orang lain khususnya Arjuna.

"Beri kami perintah ayah, agar kami menggempur Panchala dan menyeret rajanya ke hadapan Guru yang kami hormati." Kata Duryudana yang disetujui oleh semua pangeran.

Second Life SARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang