Bab 42. Kematian Bisma

1.9K 203 32
                                    

Happy reading....
.
.
.
.
.

Pertempuran Hari ketiga.
Pasukan Kurawa membentuk formasi burung elang dengan Bisma berada diposisi paling depan.

Sedangkan pasukan Pandawa membentuk formasi Ardhacandra atau bulan sabit dengan Bima dan Arjuna di sayap kanan dan kiri. Kokohnya pertahanan pasukan Pandawa karena adanya Pangeran Drestadyumna, Srikandi dan Pangeran Setyaki. Hal ini mengakibatkan Pandawa memperoleh kemenangan.

Ada peristiwa penting yang terjadi, dimana Basudewa Krishna turun dari keretanya dan hampir membunuh Bisma karena segan bertarung dengan Arjuna. Tapi mengingat janjinya yang tidak akan ikut campur dalam perang Kurusetra serta tak menggunakan senjata Dewa-nya, maka dari itu Cakra Sudarsana-nya dikembalikan.

Pertempuran hari keempat.
Kekuatan pasukan Pandawa semakin kuat, dengan amarah tak terbendung Bima berhasil membunuh 8 pangeran Kurawa. Hal itu menyebabkan mental Duryudana dan saudaranya yang lain menjadi jatuh.

Bisma menyarankan agar melakukan perjanjian damai, tapi Duryudana menolaknya. Bagaimana bisa ia mengajukan perjanjian damai, sementara lebih dari 20 adiknya telah tewas mengenaskan dengan tubuh hancur tak dikenali. Nyawa harus dibayar nyawa, dan Duryudana masih merasa bahwa taktha itu sudah seharusnya menjadi haknya.

Pertempuran hari kelima
Bisma dan Drona memimpin serangan, Setyaki beradu sengit dengan Drona. Pasukan Pandawa menyusun strategi untuk menyingkirkan Bisma, mereka menghadapkan Bisma dengan Srikandi. Dan sesuai dugaan mereka, Bisma memilih mundur bila berhadapan dengan Srikandi. Karena mundurnya Bisma, Arjuna dan Setyaki Berhasil membunuh ribuan tentara Kurawa. Dan pertempuran itu dimenangkan Pandawa kembali.

Pertempuran hari keenam hingga ke tujuh Pandawa terus memperoleh kemenangan. Di hari kedelapan Bima berhasil membunuh 10 pangeran Kurawa, dia bahkan bersumpah akan membunuh semua putra-putra Dretarasta.

***

Ditengah malam seorang gadis berpakaian putih lusuh berjalan sendirian, pakaiannya telah kotor dan penuh noda darah. Gadis itu duduk sendirian diatas tanah, memeluk lututnya seperti seseorang yang putus asa akan kehidupan. Dia baru saja melakukan upacara pemakaman kremasi untuk para prajurit Hastinapura dan kakak-kakaknya.
Kini sudah tak ada lagi Kurawa. Semua saudara dan kenangannya sudah hilang terbakar menjadi abu. Dia harus kehilangan orang yang ia sayangi tiap harinya berturut-turut, tapi setidaknya ia masih memiliki semangat hidup karena masih ada Bisma, Duryudana, Dursasana, dan saudara yang lainnya.

Tangan putri Hastinapura itu bergerak mengambil kalimba dan memainkannya, perlahan hujan mulai turun seiring dengan air matanya yang terus membasahi tanah Kurusetra. Ditengah dinginnya hujan dan malam gadis itu merasakan kehangatan yang merangkup-nya, seseorang itu menggendongnya tanpa ijin dan membawanya ke tempat berteduh.

Kesedihan yang ia rasakan mulai meredam saat merasakan kehangatan tubuhnya yang masih mendekapnya, gadis itu membalas pelukannya.
"Memang kau tidak diajarkan gurumu untuk berteduh saat turun hujan?"
Suaranya terkesan memarahi walaupun begitu matanya tak henti memancarkan rasa sayang padanya.

"Entahlah, aku hanya diajarkan cara menggunakan kapak oleh tuan guru. Dan ketahuilah guruku juga gurumu kalau kau lupa."
Disaat seperti ini kedua insan itu masih sempat-sempatnya bergurau, padahal kematian akan segera menjemput mereka.

"Karna, kau bisa dimarahi kakek Bisma bila berada disini." gadis itu mengatakannya dengan suara pelan.

Bisma membuat peraturan tegas bahwa Karna tak diperbolehkan ikut di pasukan Kurawa ataupun disekitarnya sebelum kematian datang padanya.

"Saya hanya ingin menemui mu, saya mencemaskan mu. Katakan pada saya apa ada yang berani mengangkat senjata pada istri Karna ini?! Bila ada, beri tahu saya! Biar mereka tahu siapa suaminya."
Katanya, pria itu mengeluarkan busurnya dan pura-pura menakuti.

Second Life SARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang