Bab 44. Gugurnya Sang Ksatria

2.3K 226 38
                                    

Happy reading...
.
.
.
.
.

Karna sang putra Surya, dia adalah putra Dewa Matahari, dia memiliki rupa dan tubuh yang bersinar layaknya matahari yang tak pernah padam. Bahkan Sara selalu terkagum melihat parasnya di kala malam, karena wajahnya akan bersinar di kegelapan.

Walaupun Raja Angga memiliki karakter sedikit angkuh, tapi dia manusia dermawan yang pernah diciptakan. Tak pernah ia merendahkan seseorang yang berada dibawahnya, dia pun sangat menghormati ibu dan kaum wanita kecuali Drupadi.

Ia tidak hanya memberikan berapa pun yang diminta, namun ia juga melampaui cara berpikir orang awam untuk menunjukkan kemurahan hatinya. Yudistira pun mengakui kemurahan hatinya, Bima dan Arjuna mengakuinya sebagai ksatria sejati. Sungguh beruntung wanita yang menjadi pemilik hatinya karena ia pasti akan diperlakukan bak ratu olehnya.

Tapi rupanya kemurahan hatinya itu menimbulkan celah untuknya, dia memiliki pengetahuan dan kemampuan serta pertahanan yang melebihi Pandawa khususnya Arjuna. Akibatnya Dewa Indra merasa cemas akan Karna yang tak tertandingi.

Dewa Indra pun menyamar menjadi seorang Brahmana dan meminta Karna untuk mengamalkan perisai dan antingnya walaupun cuma sebelah. Sang ksatria yang murah hati itu memberikannya tanpa imbalan apapun. Dia merobek dadanya sendiri, darah mengucur deras dari dadanya, Karna menahan rasa sakit yang luar biasa. Tidak ada yang mampu menyembuhkan lukanya selain Dewa Aswan dan Aswin, bila tidak maka kedua putranya pun sanggup (Nakula & Sadewa).

Sara masuk kedalam tendanya, ditatapnya seorang pria yang berbaring lemah disana, wajah bersinarnya nampak redup, pucat seperti mayat hidup. Berbagai daun-daun herbal telah menutupi dadanya, tapi tidak ada yang berguna.

Kelopak mata pria itu terbuka, senyuman diwajahnya mengembang, dia berusaha terlihat baik-baik saja di depan gadis pujaannya.

"Sara, saya sungguh tidak apa-apa."
Bohong, suaranya saja terdengar sayup-sayup tak bertenaga, untuk mengeluarkan sepatah kata saja dia seperti kesulitan.

"Kau penipu yang handal."
Gadis itu marah, dia marah akan Indra. Dewa perang itu tak memperbolehkan Dewa dan Dewi lainnya ikut campur dalam peperangan, tapi dia sendiri yang merampas perisai Karna dengan kecurangan dengan alasan sebuah amal. Dia ingin mendorong Karna agar dengan mudah tewas ditangan putranya.

Gadis itu menggunakan kemampuan surgawi nya, bukan hanya Aswan dan Aswin saja Dewa pengobatan, Dewi Mariamman pun juga bersandang sebagai Dewi serba bisa, dia pun Dewi penyembuhan pula.

"Mengapa kau memberikan perisai dan anting mu?" Tanya Sara setelah mengobatinya.

"Saya terikat ucapan saya agar tidak menolak siapapun yang datang dan meminta amal pada saya."

Gadis itu tersenyum getir,
"Itulah kebodohanmu! Dan sayangnya kau memiliki kebodohan yang sama denganku."
Sara ingin mengumpati pria itu sampai puas, tapi ia teringat bila dirinya pun memiliki karakter yang hampir serupa dengan Karna.

"Mengapa jadi menyamakan kebodohan saya denganmu!" Protesnya.

"Bukankah kita dari perguruan yang sama, tak heran bila kita sama bodohnya." Gadis itu mengelak, dia menyalahkan gurunya untuk asal muasal kebodohannya dan kekasihnya.

Pria itu tertawa pelan,
"Tapi setidaknya saya tidak serampangan sepertimu."

"Karna! bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak serampangan!"

Padahal gadis itu ingin menangis melihat keadaannya, tapi dia malah tertawa setelah beradu mulut dengannya. Pria ini walaupun sedang sekarat pun tetap bermulut tajam dan tak mau dikalahkan.

***

Pertempuran hari ke 17.

Karna Sang Panglima tertinggi Kurawa memimpin pasukannya, dia adalah ksatria berjiwa nasionalisme dan setia kawan.

Second Life SARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang