Bab 27. filosofi Sebuah Berlian

2.4K 250 31
                                    

Happy reading
Jangan lupa ninggalin jejak okey.. para pembaca yang Budiman🥰

Seorang gadis itu mengendap-endap ke sebuah kediaman, sejenak dia termangu melihat kediaman itu. Kediaman pejabat besar Hastinapura itu cukup sederhana, bernuansa arkais dan sangat nyaman ditinggali.

Dan hal yang menarik dari kediaman itu adalah banyaknya simbol dan representasi tentang Dewa Surya.
Yang paling membuat si penyusup terkagum adalah banyaknya bunga lavender di halaman kediaman, ada juga kolam ikan yang berbentuk teratai yang dihiasi oleh bunga lotus biru.

Rupanya si pemilik memiliki selera dan seni yang sangat bagus. Meskipun kediamannya jauh dari kata mewah, tapi memiliki hal yang memikat seperti pemiliknya.

Mata Sara sedikit mengintip di sudut jendela, akhirnya ia bertemu dengan seseorang yang dari tadi ia cari. Pria itu sedang duduk diatas meja kerjanya dan membaca beberapa laporan. Karna benar-benar menunjukkan kemampuan dan kecerdasannya sebagai pejabat, padahal ia masih muda dan belum memiliki banyak pengalaman.

Ia seorang bawahan yang sangat kompeten dan dapat dipercaya, sehingga pejabat Hastinapura lainnya tak berani meremehkannya. Apalagi kemampuan berbicaranya yang selalu menyudutkan lawan bicaranya, ia sebaik Sadewa dalam hal bercakap.

Diam-diam Sara merasa bangga dengan pencapaiannya, tak sia-sia ia mengajarkan Karna ilmu tata krama seorang bangsawan dan memberikan banyak buku berbau politik padanya saat masih di perguruan Parasurama.

Seketika kesedihan dan keresahan gadis itu hilang setelah melihat Karna yang begitu cakap saat bekerja.
Setelah melihat Karna selesai bekerja, Sara langsung melompat dari jendela dan berlari masuk kedalamnya, tanpa aba-aba dia menarik Karna kedalam pelukannya.

Mata Karna membelalak melihat tingkah sang Putri, dia hanya terdiam tanpa membalas pelukannya.
"Kenapa kau tak membalas pelukanku? Padahal kau yang paling sering menarik ku kedalam pelukanmu?" Kata gadis itu, ia sedikit kecewa.

Karna hanya menggelengkan kepalanya, leher dan telinganya telah memerah.
Pria itu tidak menjawab malah menyembunyikan wajahnya di bahu dan leher Sara yang lembut. Dia seolah sedang bersembunyi, entah apa yang membuatnya malu.

"Dasar Tuan Putri serampangan! tidak bisakah kau melihat situasi ketika bertindak? Kita tidak sedang berdua." Bisiknya, dia semakin membenamkan wajahnya keceruk leher Sara untuk menutupi rasa malunya.

"Ehem." suara deheman itu menyadarkan Sara yang sedang terbang ke awang-awang, dengan gerakan kaku ia menatap ke sumber suara.

Mata biru itu melotot pada Karna,
"Mengapa kau tidak bilang?" Bisiknya, dia sedikit menyenggol lengan Karna yang menunduk sambil menahan senyumnya.

"Salam Tuan Putri Dursala." Sapa seseorang itu, wanita itu tersenyum ramah.

"Ehh Salam bibi Radha." Balas gadis itu, dia sedikit kikuk.

Wanita itu menatap Sara dengan tatapan seperti minta penjelasan.
"Ah, itu anu.. jadi begini Bibi Radha, saya dan Karna bersahabat sangat dekat layaknya seorang kakak dan adik. Kami juga saudara seperguruan dari Tuan Guru Parasurama. Jadi kami..." Jelasnya dengan tergesa, dia jadi kelabakan sendiri.

Sara terlihat seperti pria yang baru saja menyusup ke kamar anak gadis dan kepergok oleh ibunya.

Sara menunduk menyesal, pasti kini kesan baiknya di depan ibu Karna menjadi buruk. Apa kata orang bila seorang gadis masuk lewat jendela dan langsung memeluk seorang pria lajang?
Harusnya ia tidak bertindak sembrono begini.

"Hahaha." Tanpa di sangka-sangka, bibi Radha tertawa. Karna juga ikut tertawa kecil melihat gadis itu yang sedang salah tingkah.

"Tenanglah Tuan Putri, saya mengerti maksud anda." Kata bibi Radha disela tawanya.

Second Life SARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang