Bab 8. Kehidupan Di Istana

2.8K 271 10
                                    

Hallo Guys happy reading..
Jangan lupa vote dan komen ya
Terimakasih banyak 😉😘

***

Di penghujung taman nampak lah seorang anak perempuan berwajah elok, ia terlihat duduk sendirian dan hanya ditemani oleh boneka di tangannya,
tak ada yang mau bermain dengannya.

Boneka itu merupakan pemberian dari paman Widura untuknya, sepertinya ia sedang bersikap seperti anak-anak  diusianya. Sedangkan para Kurawa sedang asyik bermain bola jauh dibelakang gadis itu.

Dikejauhan Seseorang sudah siap untuk melemparkan kain yang telah digulung- gulung hingga berbentuk bola, sebenarnya target sasaran nya adalah Duryudana, tapi karena ia melempar terlalu keras.

Bola itu malah menimpuk boneka Dursala hingga boneka itu terjatuh di tanah. Sara terlihat kesal, apalagi dia tipe orang yang sangat menghargai barang pemberian. Dia pun memungut boneka itu sambil menepuk-nepuk untuk membersihkan kotoran yang menempel.

"Maafkan saya Sara, saya tidak sengaja. Tidak kenapa-kenapa kan?"
Bima datang menghampiri adiknya, dia merasa bersalah. Biasanya ia tak pernah merasa bersalah ketika menganggu para Kurawa lainnya, tapi rasa bersalah itu muncul ketika ia mengganggu satu-satunya Kurawa perempuan itu.

Sara menarik sudut bibirnya, baiklah ia akan berakting seperti anak kecil,
"Tidak kenapa-kenapa bagaimana?! Lihat temanku pingsan. Sekarang dia tak sadarkan diri." Kata Sara tersedan-sedan.

Keempat Pandawa lainnya mulai datang menghampiri mereka berdua, apalagi dari kejauhan mereka tampak seperti akan bertengkar.

"Dimana yang pingsan itu?" Tanya Bima, matanya mencari-cari.

"Tentu saja ini." Sara mengangkat bonekanya hingga boneka itu sejajar dengan wajah Bima.

"Hah..boneka itu? Tenang lah Sara,
dia memang sudah pingsan sejak dulu." Balas Bima, membuat Nakula dan Sadewa tertawa mendengar perdebatan mereka berdua.

"Jangan khawatir Sara. Kak Bima ini akan memeluk hangat boneka mu dan mengoyang- goyangkannya dengan lembut." Ucap Arjuna jail, bocah hitam manis itu melirik ke Nakula. Bima terlihat kaget, dia enggan untuk melakukannya.

"Benar kak Bima, siapa tahu boneka itu akan sembuh dari rasa sakitnya. Ayo lakukan! agar adik perempuan kita merasa senang." Kata Nakula sambil tertawa jail.

Mata biru safir itu berbinar bagai lautan yang terpantul cahaya matahari, segera dia menodongkan boneka itu pada kakak sepupunya.

"Kak Yudistira tolong saya ini." Bima merasa terbebani, apalagi dengan tatapan Sara. Ia lemah dengan adik perempuannya itu.

"Lakukanlah Bima." Ucap Yudistira sambil tersenyum.

"Tunggu apa lagi? Ayo, sebelum temanku sekarat!" Ucap Sara mulai melantur.

Bima mulai jengkel, dia sadar dirinya sedang dikerjai oleh mereka berempat.
"Huh." Bima mulai bersedekap dan memalingkan wajahnya, bahkan bibirnya kini telah mengerucut.

Membuat kelima bocah itu tertawa.
"Hahaha" Sara terkekeh geli,
"Jadi tidak mau?" Tanya bocah perempuan itu,

"Tidak!" Kata Bima, ia sedikit meninggikan suaranya.

"Baiklah suatu saat nanti akan aku tagih! Kau berhutang pada temanku ini untuk memeluknya." Kata Sara sambil tersenyum jahil.

"Pokoknya saya tidak mau!" Bima sedikit berteriak.

Seekor burung itu terbang dan hinggap di kepala Bima, dengan galak burung itu mematuk kepala Bima berulangkali, burung itu terlihat kesal karena kelakuan Bima yang berani meninggikan suaranya pada majikannya.

Second Life SARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang