Bab 32. Laksagreha

2.3K 242 26
                                    

Happy reading...
Jangan lupa ninggalin jejak kalian
Jangan menjadi barang goib 🤭
Terimakasih
.
.
.
.
.

Pada tahun Plawangga, bulan Palguna, hari Suklapaksa kedelapan. Duryudana memberikan saran pada keluarga Pandawa agar berlibur di wilayah Warnabrata dan tinggal disebuah istana yang baru dibangun.

Istana itu dibuat dan dirancang oleh arsitek terhebat dijamannya bernama Purocana. Duryudana begitu membenci keluarga Pandawa, khususnya Yudistira yang ia anggap telah merebut taktha yang seharusnya menjadi miliknya.

Dengan saran dan bimbingan dari Sangkuni, Duryudana melancarkan aksinya. Ia akan membuat para Pandawa berlibur di Warnabrata dan tinggal diistana Laksagreha, sebuah istana yang terbuat dari lak (zat pelapis rumah tangga yang terbuat dari damar).

Sangkuni merancang sebuah siasat untuk membunuh dan merekayasa kematian mereka sebagai kecelakaan, korban kebakaran.

Sebelum mereka pergi, Widura telah memberi nasehat agar tetap berhati-hati. Tapi Para Pandawa tak menaruh curiga, apalagi belakangan ini sikap para Kurawa sangat baik dan tenang pada mereka.

Pada tahun Kilaka, bulan Palguna, hari Suklapaksa ketiga belas. Mereka melancarkan aksinya, mereka memberikan makan malam yang telah dimasukkan racun dan akan membakar hidup-hidup.

Kobaran api itu begitu besar, tapi karena wilayah Warnabrata berada jauh dari pemukiman dan berada di dalam hutan maka kebakaran itu tidak terlihat.

Seorang gadis ksatria itu menunggang kuda hitamnya terburu-buru menuju istana Laksagreha, tubuhnya bergetar hebat melihat api mulai merambat ke setiap sudut istana lilin itu. Ia kecolongan lagi, harusnya ia tidak dikirim ke perbatasan untuk menjadi bala dan tabib bantuan dimedan perang.

Gadis itu duduk dan bersila, dia berseru dalam hatinya untuk memanggil hujan agar turun padanya. Dia menebarkan energinya ke segala penjuru membuat awan mendung.

Berkali-kali gadis itu mencoba, hanya kegagalan yang ia dapatkan. Ia merasa ada kekuatan besar yang menahan berkatnya, ada yang menahan agar hujan tak turun padanya. Seolah-olah pembakaran keluarga Pandawa itu telah direncanakan dengan sangat matang.
Sesungguhnya Dewa atau Dewi mana yang berani menghalangi hujan yang akan menolong para Pandawa.

Api itu semakin membesar membuat gadis itu ingin meraung dan memukul tanah, tapi ia sadar bahwa itu adalah perbuatan yang tak berguna.
Gadis itu melepaskan jubahnya dan merendamnya dalam air. Dengan nekat Ia berlari menuju istana yang telah dilahap api.

Mata gadis itu bersinar setelah melihat sebuah harapan, ia melihat sebuah lubang besar di bawah pohon, tanpa ragu dia masuk kedalamnya.
Mungkin itu adalah terowongan rahasia yang tembus ke dalam istana.

Gadis itu berlari menuju kedalamnya, setiap langkahnya ia menggumamkan kata ibu dan kakak.
Wajah Kunti, Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa terus melintas diwajahnya.

Diujung gua ada dua orang penambang, rupanya mereka adalah utusan paman Widura untuk menyelamatkan Pandawa.
Kedua penambang itu menahan pintu gua dengan sekuat tenaga mereka, pintu gua itu akan runtuh menahan istana dan puing-puing yang jatuh terbakar.

"Apa para Pandawa belum terlihat?" Tanya Sara pada kedua pria itu.

"Tuan Putri, mereka tidak nampak sejak tadi, kami sudah tak sanggup menahan pintu gua ini." Kata salah satu diantara mereka.

"Aku akan masuk dan mencari mereka, tahan pintu gua ini sampai aku datang!" Perintah sang putri.

Gadis itu segera masuk ke dalam kobaran api, ruangan istana ini dibuat seperti labirin dan merumitkan.
Ini aneh? Padahal dicerita aslinya Pandawa dapat menyelamatkan diri dengan mudah melalui terowongan yang dibangun oleh para penambang yang diutus oleh Widura.

Second Life SARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang