3. Khawatir

430 49 12
                                    

No silet readers:)

Hai, aku lanjut lagi nih.

**********

Lizia, gadis itu sudah sampai depan kamar apartementnya Leovan. Ia mengetuk pintu. Dan selang beberapa lama, pintu terbuka menampakkan Leovan yang bertelanjang dada dan hanya pake celana pendek saja.

Lizia sontak kaget. Lalu menutupi wajahnya dengan tangan.

Leovan berdecak. "Ck, lebay amat lo! Baru liat ini juga!"

Lalu kedua tangannya bergerak melepaskan tangan Lizia yang menutupi wajahnya itu. Beberapa detik, kedua mata mereka bertatapan.

Leovan berdehem canggung. Ia melepaskan genggaman tangannya dari Lizia. Lizia pun sontak gugup. Ia menahan senyumnya agar tidak lepas.

"Ngapain lo senyum gitu?!" kata Leovan tersadar saat melihat Lizia tersenyum.

"Eum, tidak apa-apa." Lizia berkata dengan bahasa isyaratnya itu.

"Ck, masuk."

Lizia hanya mengangguk

Lalu mereka sama-sama masuk ke dalam kamar apartementnya Leovan. Leovan pun sekarang sudah memakai bajunya.

"Kamu sudah makan?"

Leovan terdiam.

Ia gengsi ingin membalas perkataan Lizia. Iya, sebenarnya ia bisa mengerti bahasa isyaratnya Lizia.

"Udah."

Lizia tersenyum.

"Eum, kenapa kamu menyuruh aku kesini lagi?"

"Temenin gue disini."

Lizia terdiam.

Ia ingin berkata lagi. Namun, tiba-tiba saja pintu kamar diketuk. Leovan lantas berdecak kesal lalu menghampiri pintu dan membukanya.

Dilihatnya ada Alena disana.

"Hai, Sayang." Leovan yang berkata.

"Hai juga." Alena tersenyum.

Lalu kedua matanya tak sengaja melihat Lizia yang masih berdiri dibelakangnya Leovan. "Ngapain lo disini?"

Lizia berkata dengan bahasa isyaratnya sembari tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Lo bicara apa? Gue gak ngerti."

Lizia terdiam sembari meremas jari-jari tangannya. Leovan tersenyum miring. "Dia itu lagi beres-beres disini."

Alena hanya mengangguk.

Lalu bergelayut manja. "Sayang. Sebaiknya kamu putusin aja cewek bisu itu. Dia gak pantes buat Kamu. Cantik sih cantik, cuma bisu."

Leovan tertawa sekilas. "Iya, tenang aja. Alena, tar juga gue sama dia putus kok. Gue juga gak sudi pacaran sama dia. Dan gak cinta, gue cintanya sama lo." Leovan memegang tangan Alena lembut.

Lizia hanya mampu diam mendengar sembari menahan isak tangis.

"Bagus."

"Rasa sakit ini semakin menjalar. Aku cinta kepadanya, tapi aku tidak mungkin mengatakannya. dia hanya cinta ke Alena," batinnya.

Dengan perasaan sedihnya. Lizia pun keluar pergi darisana. Leovan yang melihat itu merasa bersalah. "Gue salah ngomong?" batinnya.

"Leo! Kamu mau kemana?!" kata Elena sedikit berteriak saat Leovan berlari meninggalkan dirinya.

Alena berdecak. "Ck, pasti Leovan ingin mengejar Lizia."

**********

Hari semakin sore. Tapi, Lizia terus berjalan. Cuaca mendung tak membuat ia berhenti. Hatinya sakit saat mendengar perkataan Leovan tadi.

Lizia mendongak ke atas langit. Dan benar saja. Rintikan air hujan pun turun. Lizia tidak peduli ia kehujanan ataupun kebasahan.

Yang terpenting adalah ia ingin menenangkan diri di tempat yang sepi. "Kamu jahat, Leovan! Sedari awal aku tidak menerimamu. Pasti aku tidak akan sakit hati!" batinnya.

"Aelizia Karvelyna!"

Samar-samar dirinya menoleh ke arah belakang saat mendengar suara seseorang memanggil namanya. Dilihatnya ada Leovan.

Leovan pun turun dari motornya dan berlari menghampiri Lizia. Lizia terkejut setengah mati saat Leovan tiba-tiba memeluk dirinya.

"Zia, gue minta maaf atas perkataan tadi. Gue nyesel."

Lizia terdiam tak bergeming.

Bajunya basah akibat kena air hujan. Begitupun dengan Leovan. "Zia," panggil Leovan dengan lirih.

"Iya?"

Leovan melepaskan pelukannya. "Gue khawatir sama lo. Gue anterin lo pulang."

"Eum, tidak usah. Aku bisa pulang sendiri." Lizia terlihat menolak.

"Lo mau sakit karena kehujanan?!"

Lizia terdiam lagi.

Sampai akhirnya hujan semakin lebat. Lizia merasa kedinginan. Tubuhnya menggigil gemetaran. Leovan yang melihat itu merasa kasian.

"Itu ada tempat berteduh. Kita disana aja dulu sampai hujan reda." Leovan menunjuk ke arah sebuah warung yang sudah tutup, di depannya pula ada kursi.

Akhirnya keduanya pun kesana untuk berteduh. Lizia duduk di kursi, sedangkan Leovan berdiri.

"Kamu beneran khawatir kepadaku?"

Leovan terdiam sesaat dan tersenyum canggung. "Ya. Gue khawatir karena lo pacar ... gue. Kalau lo sakit, terus nyokap lo tau. Tar gue dimarahin lagi."

"Hujannya semakin lebat," kata Leovan yang sengaja mengalihkan pembicaraan.

Dan ya benar saja. Hujan semakin lebat. Dan ada suara gemuruh. Leovan pun duduk di samping Lizia.

Lizia merasa ngantuk. Dan tanpa sadar dirinya oleng ke Leovan. Leovan terkejut saat kepala Lizia bersandar dibahunya.

Ia memperhatikan Lizia. Tangan kanannya bergerak menyepikan helai rambut yang menutupi wajahnya Lizia. Jantung Leovan berdetak kencang.

Ia memperhatikan wajah Lizia. Di ujung bibirnya ia tahan agar ia tidak tersenyum. "Cantik."

Akhirnya Leovan membiarkan Lizia tidur. Dan selang beberapa lama hujan pun mulai reda. Leovan menepuk-nepuk pipinya Lizia.

Tapi, Lizia tidak kunjung bangun. "Aelizia. Bangun, hujannya mulai reda."

"Zia."

Lizia sontak terbangun. Ia terkejut saat dirinya berdekatan dengan Leovan. Lizia pun mundur. "Eum, maaf."

Leovan menahan tawa. "Lo, lucu."

Lizia terdiam tak bergeming. Ia menahan salah tingkahnya. Lizia kembali terkejut lagi saat Leovan memegangnya. "Ayo, gue anter lo pulang. Udah malem ini."

Lizia hanya mengangguk saja.

Lalu mereka pun menaiki motornya Leovan yang terparkir di pinggir jalan. Kemudian mereka pergi dari sana untuk ke rumahnya Lizia.

Tanpa mereka sadari. Daritadi Alena memperhatikannya dari jauh. Ada tatapan marah. "Ck, Leovan hanya milik gue!"

"Awas aja lo, cewek bisu!"

************

Bersambung!!

Gimana dengan part ini?

Lanjut atau Tidak?

LEOZIA || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang