Raksa mendapat tugas dari Bang Kevin untuk membeli emblem paskibra yang baru sebab, ada beberapa yang sudah tak layak pakai. Vania dengan ide cermelangnya akan menemani Raksa membeli atribut tersebut.
"Kamu beneran mau nemenin aku?" tanya Raksa. Saat ini Raksa sudah berada di rumah Vania.
Vania hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Hari libur gini lebih baik kamu istirahat. Besok harus latihan lagi." Raksa seperti keberatan jika Vania ikut bersamanya.
"Aku kalo di rumah malah capek."
"Nanti kalo keluar terlalu capek kamu sakit."
"Gak akan. Aku tetap temenin kamu."
Raksa menatap netra perempuannya dengan sangat lekat. Vania yang ditatap dengan serius mendadak jadi salah tingkah. Vania mengatur kembali degupan jantungnya dan napasnya. Ia juga membalas tatapan Raksa. Saat Vania menatap mata itu seolah mata yang ia tatap sedang berbicara.
Tatapan mata yang sama. Siapa kamu sebenarnya? Batinnya.
Vania terus menatap mata Raksa bahkan Raksa tak menduga bahwa cewe di depannya itu bisa menatap dirinya dengan waktu yang cukup lama.
Raksa mengangkat tangan kanannya dan mendarat tepat dipuncak kepala Vania. "Ayo kita berangkat," ujarnya lalu mengacak rambut sang pacar.
Matanya melotot, ia kaget dengan sikap Raksa barusan. Hal yang dilakukan seperti bukan Raksa. Vania yang sedari tadi hanya melamun seakan terbius oleh tatapan matanya dan kini dibuat jantungan karna sikapnya.
Motor hitam milik Raksa telah melaju membelah keramaian kota Jakarta pada hari minggu. Tujuan mereka adalah swalayan di mana ada berbagai toko penjual aksesoris paskibra.
Roda motornya berhenti setelah memasuki halaman utama swalayan. Mereka berdua berjalan berdampingan menelusuri setiap toko yang berada di dalamnya.
"Biasanya beli perlengkapan paskibra cakrawala di toko mana?" Raksa menengok Vania menunggu jawaban dari gadis itu.
"Sebenarnya aku juga kurang tau karena gak pernah beli. Coba aku tanya Hakim dulu, ya."
Layar pipihnya telah terbuka menampilkan room chat dengan Hakim. Saat jemari Vania mulai mengetik, Diam-diam Raksa meliriknya. Setelah mengirim pesan pada Hakim, aplikasi whatsappnya pun ditutup dan terlihat lockscreen ponsel Vania.
Vania merasa diawasi oleh seseorang di sebelahnya. Benar saja, Raksa sedang melihatnya sambil tersenyum sangat tipis. "Kenapa?" tanya Vania heran.
"Fotonya jelek."
Lirikannya langsung jatuh pada ponselnya sendiri. "Fotonya bagus," balasnya. Ia tak terima jika foto pertamanya dengan Raksa dimaki.
Ponselnya berdering menampilkan balasan dari Hakim. Dia mengirimkan nama toko yang telah menjadi langganan sekolah mereka. Mereka langsung mencari toko tersebut.
"Permisi, Pak, emblem model seperti ini apakah masih tersedia?" Raksa bertanya setelah memasuki toko yang dari tadi mereka cari dengan menunjukkan gambar emblem yang telah dikirimkan oleh Bang Kevin padanya.
"Saya cek dulu, ya," jawab pemilik toko tersebut.
Raksa menunggu seseorang itu yang kini sedang mengecek ketersediaan barang lewat komputer.
"Masih ada, Mas. Mau beli berapa?" tanyanya setelah mengetahui bahwa barang yang dicari oleh Raksa masih ada.
"Delapan, Pak."
Si pemilik toko mengambil barang tersebut. Raksa melihat Vania yang hanya diam saja. "Kenapa, Van?" tanyanya dengan memegang bahu Vania.
"Habis ini kita ke mana?" Vania menatap Raksa berharap pacarnya peka bahwa dirinya tak ingin langsung pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
KRISAN
Teen FictionFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA AKAN DI PRIVATE Vania Ayyara, perempuan dengan keberaniannya menyatakan perasaannya secara langsung pada Raksa Dirgantara. Jatuh cinta pada Raksa berawal dari tatapan mata yang dimilikinya terlihat sama...