Enam belas orang berbaris menjadi dua banjar ke belakang. Mereka antre dalam sesi periasan wajah. Laki-laki maupun perempuan semuanya harus di make up. Bahkan wajahnya juga harus dilukis demi memperindah wajah itu sendiri.
Dua jam telah berlalu, make up pun telah selesai. Wajah mereka sudah terlihat lebih cantik dan ganteng. Satu per satu mulai mengambil kostumnya yang sudah dilengkapi dengan atribut seperti pangkat pundak, emblem dada, talikur, emblem segitiga dan sabuk berwarna putih.
"Van, tolong rekatin pengait emblem segitiga, dong, kasih lem gak papa biar gak terlepas," ucap Aurin meminta bantuan kepada Vania.
Aurin mendekatkan lengan kanan kirinya pada Vania. Lem yang masih panas itu ia arahkan pada pengait emblem segitiga.
"Kayaknya udah kuat deh, Rin. Gak akan terbuka pengaitnya," ujar Vania sambil memastikan kembali emblem milik Aurin.
"Lebih baik emblem segitiga ini di lem deh biar lebih aman." Aurin memberi saran, Vania diam sejenak mencerna ucapan Aurin dan menganggukkan kepalanya.
"Kak, Bang, kalo udah selesai pake seragam antre ke gue ya, gue mau kasih lem ke pengait emblem segitiga biar gak lepas karena itu rawan copot jika saat gerakan hadap, balik, bahkan lari. Intinya emblem itu sangat bahaya jangan sampai jatuh di arena lomba karena bisa mengurangi poin kita," jelas Vania yang kemudian satu per satu menghampirinya. Vania di sini bertanggungjawab dalam aksi per lem-an. Ia harus memastikan bahwa telah rekat dan ga mungkin terlepas.
Terakhir giliran Vania memberikan perekat pada emblem milik Raksa.
Sepertinya yang butuh perekat bukan hanya emblem, tapi kita. Batin Vania yang kedua tangannya masih sibuk merekatkan emblem tersebut.
"Gantian punya kamu," ucap Raksa ketika melihat Vania selesai merekatkan emblem miliknya.
"Iya," jawab Vania seadanya dan lem itu pun berpindah tangan. Raksa sangat berhati-hati memberi lem tersebut jangan sampai terkena pada seragam.
"Ayo! Ayo! Waktu bersiap tinggal lima belas menit," ucap Bang Kevin yang baru saja selesai mendapat pengarahan dari panitia.
"Kalian pakai sepatu dulu baru pakai topi beserta mahkotanya," ucapnya lagi.
Mereka berjalan mengambil sepatu PDL berwarna putih. Dan mengikatnya dengan sangat erat.
Saat Vania hendak berjongkok untuk mengikat tali sepatunya tiba-tiba Raksa berada di depannya dengan posisi jongkok."Kamu ngapain? Aku bisa sendiri."
Raksa mendongak dan berkata, "aku bisa membantu."
Kemudian Raksa kembali mengikat tali sepatu milik Vania. Diam-diam Vania tersenyum melihat Raksa berada di bawahnya.
Raksa dari kemarin perhatian banget. Bisa gak sih lomba aja setiap hari. Vania membatin dan berharap lebih.
Seusai itu, Raksa berdiri dan mengambil topi merah yang sudah terhiasi mahkota berwarna gold dan memakaikannya pada kepala Vania. Vania diam termenung melihat setiap pergerakan yang dilakukan oleh Raksa. Vania menatap wajah Raksa yang sibuk melihat posisi topi di kepalanya apakah sudah lurus atau belum.
"Ehem... Basecamp seperti milik kalian berdua," ucap Aurin dari belakang punggung Raksa.
"Gue cuma ngebantu Vania," jawab Raksa.
"Mau dong dipasangin topi sama pak ketua juga." Aurin malah menggoda Raksa. Tetapi yang ia dapatkan hanya tatapan sinis dari Vania.
"Gue becanda Van!" cetus Aurin. Raksa pun meninggalkan mereka berdua.
"Dunia ini memang tidak adil," ujar Aurin dengan kepalanya yang bergeleng-geleng.
"Maksudnya?" tanya Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
KRISAN
Подростковая литератураFOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA AKAN DI PRIVATE Vania Ayyara, perempuan dengan keberaniannya menyatakan perasaannya secara langsung pada Raksa Dirgantara. Jatuh cinta pada Raksa berawal dari tatapan mata yang dimilikinya terlihat sama...