06. Pengajuan

546 48 3
                                    

KRISAN

Singkatnya, kita sama-sama menunggu namun waktu belum mendukung untuk bertemu.

Happy Reading ☀

Cuaca sedikit mendung padahal waktu telah tepat jam satu siang. Raksa yang kini telah berdiri di pinggir lapangan sendirian mulai jenuh menunggu Vania sekitar delapan menit yang lalu. Istirahat kedua sudah tiba sekitar sepuluh menit yang lalu namun, batang hidung Vania tak kunjung nampak juga.

"Raksa..."

Pemilik nama tersebut pun menoleh ke sumber suara. Ia kira yang memanggilnya adalah orang yang dari tadi ia tunggu. Ternyata bukan.

"Raksa ga ke kantin? Temenin Moza makan yuk?"

Moza memandang wajah Raksa dengan senyuman. Raksa tentu saja tidak menolak. Mana mungkin bisa ia menolak. Raksa pun mengangguk. Moza langsung menarik tangan Raksa dan berakhir mereka gandengan menuju kantin.

Tepat di belakang mereka Vania berdiri mematung sembari menahan dadanya yang mulai terasa sesak.

"Ini mata gue ga salah liat? Mereka gandengan? Ko bisa?" gumamnya.

Raksa lupa ya kalo mau ngajuin proposal kok malah pergi sama Moza. Ikutin ajalah. Batinnya.

Vania mulai kepo. Seharusnya ia tidak perlu mengikuti kemana mereka pergi. Sikap kepo yang berlebihan bisa jadi sumber sakit hati. Lebih baik tidak tau sesuatu daripada tau namun, menyakiti hati.

Kaki Vania berhenti mengikuti mereka. Memantau mereka berdua dari ujung kantin. Vania menatap lembaran proposal yang ia bawa. Ia rela bergadang menyelesaikan proposal tersebut namun, Raksa malah berduaan. Bisa saja Vania mengajukan proposalnya sendirian tapi, pihak sekolah pasti ingin tau siapa ketua paskibra new periode.

"Kamu mau aku pesenin apa, Za?"

"Emm..." Moza berpikir. "Bubur ayam aja deh. Gausah kecap ya, Sa."

Raksa memesankan makanan untuk Moza. Vania melihat dengan jelas bagaimana sikap Raksa yang sangat perhatian kepada Moza. Apa benar Raksa menyukai Moza? Lalu bagaimana dengan kelanjutan hatinya?

Mereka mulai makan sambil bercanda gurau. Raksa terlihat sangat hangat ketika dengan Moza. Beda jika berbicara dengan Vania. Enak banget mereka asik ngobrol sambil makan sedangkan Vania harus jadi patung ngeliatin mereka.

"Balik ke lapangan aja deh. Mungkin mereka abis ini selesai. Mereka mah enak makan bubur. Lah gue makan ati!"

***

Vania duduk dipinggir lapangan dengan matanya yang fokus membaca lembar demi lembar proposal yang ia buat. Ia hanya ingin membaca kembali dan kembali memastikan bahwa tidak ada kesalahan.

Tiba-tiba terdengar suara langkahan kaki mendekat ke arahnya. "Ayo."

Raksa berjalan mendahului Vania yang masih duduk tercengang melihatnya.

Ga ngerasa salah gitu?

Vania membiarkan Raksa berjalan sendirian ia juga tak berusaha memanggil atau mengikutinya. Tak lama kemudian Raksa menyadari bahwa tidak ada seseorang di belakangnya. Raksa berhenti dan melihat tidak ada bayangan orang di belakangnya atau di sebelahnya. Ia pun menoleh.

Raksa merengutkan kedua alisnya. Ia merasa bingung mengapa Vania masih duduk manis di sana. "Lo ngapain masih di situ?!" teriak Raksa.

Vania pura-pura tidak mendengar itu. Ntah ini Vania marah karna telah menunggu lama atau karna melihat Raksa berduaan dengan Moza. Hal menunggu yang hanya hitungan menit sudah sering ia lakukan. Apakah Vania cemburu? Ia siapa? Pantaskan cemburu?

KRISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang