(Senja POV)
Udara petang yang dingin sedikit mengusikku, namun langit senja yang menenangkan mampu membuatku tetap tepekur diam di balkon kamarku sambil terus memetik gitar.
Saat ini aku benar benar menulikan diri dengan keributan yang sedang terjadi di bawah.
Telingaku sudah lelah mendengar itu semua.Nanti juga pasti berbaikan lagi, pikirku.
Namun sayangnya kejadian selanjutnya malah merubah kehidupanku seratus delapan puluh derajat dari apa yang ku lakukan sekarang.
Saat aku masih asyik berkutat menyanyikan lagu berjudul Stitches ciptaan Shawn Mendes, pintu balkon yang terbuat dari kaca di ketuk dari dalam, aku pun menoleh dan mendapati salah satu pelayan di rumah sudah berdiri dengan wajah pias.
Karena penasaran, aku beranjak dari kursi rotan, dengan gitar yang masih ada di pelukanku aku masuk ke dalam kamar.
" Ada apa, ahjumma?"
" euh, nona, anda di panggil nyonya besar. Beliau sudah menunggu nona di bawah."
Aku lantas segera mengangguk dan bilang bahwa aku akan segera ke sana.
Begitu ahjumma itu keluar dari kamar, aku meletakkan gitar ke sayanganku di salah satu sudut gambar.
Dengan malas aku mengenakan sandal rumah berwarna abu abu, kemudian berjalan menuju ruang keluarga yang terletak di lantai satu.
Entah kenapa suasana di ruangan berukuran lima kali lima meter itu tampak berbeda.
Aku menghampiri kedua orang tuaku yang duduk saling berjajar di satu sofa, namun tatapan mereka terarah ke hal yang berbeda.
Ada apa? Tidak biasanya saat mereka bertengkar mereka memanggilku, apa ada sesuatu?
" Pa? Ma?"Aku perlahan beringsut ke dekat meja kotatsu yang membatasi keduanya.
" Kenapa manggil Senja?"
Mama terlihat menghela nafas, begitu juga papa, tapi keduanya tetap diam sambil sama sama menatap lantai.
Oke, ku anggap mereka sedang drama.
" Kalian kenapa sih? Lagi berantem? Kenapa lagi sekarang." Cerocosku malas, untuk ukuran remaja berusia empat belas aku memang yang terhitung lancang.
Papa akhirnya mendongak,
" Honey, sini duduk di samping papa." Ia berkata lembut dengan bahasa Indonesia yang menurutku logatnya masih harus di koreksi.
Aku pun menurut dan duduk di sebelah pria yang selama ini ku idolakan.
Ia mengelus puncak kepalaku. sementara aku melirik mama yang hanya diam.
" So?"
" ehm, jadi begini, Seon Ja ya."
Kini mama yang mengambil alih, wanita yang memiliki wajah khas Korea itu menatap wajahku dengan tatapan yang sulit di tebak, wajahnya terlihat sembab. Ku simpulkan dia tadi sempat menangis.
" Maafkan kami sebelumnya. Tapi kami yakin kau ber hak tahu. jeongmal miyanhae.."
" eomma? Neo gwaenchana?"Aku mulai khawatir dengannya.
Mama memegang kedua bahuku,
.
" Papa dan mama memutuskan untuk berpisah."
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
FanfictionAku menatap punggungnya dengan senyum yang terus terukir di bibirku. Hingga saat ini pun, aku masih belum percaya takdir mempertemukanku dengannya, dan hebatnya, semesta memilih dia untuk menyembuhkan lukaku. Dan yang bisa ku lakukan sekarang hany...