(Senja POV)" Siapa?" Gumamku pelan, ketika mendengar ponselku tiba tiba bergetar dan menyenandungkan lagu at my worst, tanda ada telepon masuk.
Malas malasan aku meraihya dari atas meja. Tertera nama Jungkook di layar, membuat kedua alisku terangkat.
" Yoboseo? Jungkook ssi? Ada apa?"
Aku mendengar dengusan samar di seberang sana. Aku memastikan lagi kalau memang Jungkook yang menghubungiku. Namja ini, tumben sekali menelepon malam-malam.
" Hah, kenapa kau pikun sekali."
Aku mengerjap.
Pikun?
Apa?
Oh astaga.
Aku menepuk jidatku, menyadari kebodohanku sendiri.
" hah, iya, aku lupa."
Aku sendiri yang menyuruhnya meneleponku tadi, aku sendiri pula yang lupa. Memalukan.
" Sudah pukul sebelas malam dan tuan putri masih sibuk dengan tugas kerajaannya."
Mendengar kalimat sindiran itu, kepalaku refleks menoleh ke belakang. Pandanganku liar menelusuri pintu kaca balkon yang tirainya entah sejak kapan terbuka.
Tapi lebih dari itu, kedua netraku segera melebar begitu mendapati sosok Jungkook sudah berdiri di balkon kamarnya sendiri.
Senyum hangat bertengger di bibir tipisnya, dengan tangan bertumpu di pagar, salah satunya menahan ponsel di telinga, pandangan pria itu lurus menuju kemari.
Aku terperangah, sejak kapan dia ada di sana? Apa dia melihatku uring uringan mencorat coret kertas, berseru kesal, dan membanting buku catatan?
Hah, semoga saja tidak.
Jungkook melambai kecil sambil berbicara lewat telepon,
" Apa akhirnya kau setuju? Ayo lanjutkan, aku tidak sabar mendengarnya."
Aku menghela nafas ringan, tahu saja namja ini cara agar aku mau beranjak menghampirinya dan meneruskan curahan hatiku padanya —hal yang belum pernah kurasakan pada orang lain sebelumnya—.
" Tutup teleponmu, akan ku lanjutkan." Pintaku ketika sudah tiba di balkon kamar, sebuah tempat yang sebenarnya sangat ku hindari di manapun itu termasuk di apartemenku sendiri.
Tempat terbuka ini selalu memberi memori buruk padaku, yang menjadi alasan terbesar aku selalu menghindarinya, karena tempat inilah yang kemudian mengantarkanku pada kenyataan mengenai perceraian orang tuaku.
Tapi lihatlah, malam ini aku beridiri di sini, memangku tangan di atas pagar balkon, di hadapan Jungkook. Jarak balkon kami ternyata pendek sekali.
Angin malam berembus segera menerpa tubuhku yang hanya di bungkus oleh T-Shirt lengan panjang tipis dan hotpant berbahan jeans.
Jungkook menurut, ia pun menurunkan ponsel dari telinga dan memutus sambungan. Diikuti diriku yang memasukkan ponselku sendiri ke dalam saku celana.
" jangan terlalu memforsir diri sendiri. Kau juga perlu istirahat, lagi pula, jika kau sakit, tugasmu malah tidak selesai bukan?" Terselip nada khawatir dalam kalimat pria itu yang membuatku terdiam menatapnya.
" yeah, aku sudah terbiasa." sahutku kemudian seraya mendongak menatap langit malam yang kebetulan sekali di penuhi dengan bintang.
Jungkook mendengus, membuatku kembali memandangnya, apa lagi sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
FanfictionAku menatap punggungnya dengan senyum yang terus terukir di bibirku. Hingga saat ini pun, aku masih belum percaya takdir mempertemukanku dengannya, dan hebatnya, semesta memilih dia untuk menyembuhkan lukaku. Dan yang bisa ku lakukan sekarang hany...