(Au Ra POV)
"Bagaimana bisa angkanya menurun, Senja? Ini hanya soal ringan..!"
" Ringan atau tidak itu ujian dadakan, ma, dosen mengubah jadwal secara tiba tiba."
" Tapi memang itulah yang selama ini kupersiapkan untukmu. Semua bisa berubah sewaktu waktu, kau seharusnya bisa melakukan persiapan lebih matang sebelumnya, jadi dadakan atau bukan kau tetap bisa meraih nilai tinggi. Kau tahu ini penting sekali bukan?!"
" Aku sudah berusaha, ma, menguasai seluruh mata pelajaran adalah hal yang mustahil. Lagi pula meski tidak mendapat nilai sempurna aku tetap yang tertinggi!" Nada bicara Senja mulai naik satu oktaf, hal yang jarang ia keluarkan pada ibunya.
" Tertinggi jika sainganmu orang orang bodoh akan sama saja! Aku tidak mau tahu, kau harus dapat cumlaude untuk kelulusan besok!"
" Tapi-"
Tuuut..
Joon Young sudah buru buru mematikan telepon sebelum Senja sempat membela diri, gadis itu mengerang frustrasi karena wanita itu.
" Argh, sialan!" Serunya seraya membanting ponsel nya sekuat tenaga ke atas lantai apartemennya yang di lapisi oleh kramik pualam.
Seketika, benda pipih berbahan titanium dan kaca itu pecah. Layarnya berhamburan ke atas lantai.
Tapi Senja mana peduli, dia sudah sibuk mengacak rambutnya di sofa. Mengerang seperti orang gila.
Hari ini berjalan sangat buruk bagi gadis itu. Hanya karena nilainya turun jadi delapan, Joon Young mengomelinya habis habisan.
Dia pikir gadis itu memiliki otak se encer Alber Instein?
Astaga, dia sendiri tidak habis pikir kenapa masih mau mendengarkan seluruh permintaan ibunya yang bisa memasukkannya ke dalam rumah sakit jiwa.
Padahal, baru beberapa waktu lalu sepasang ibu-anak itu terlihat begitu akrab di pesta pernikahan sahabat Joon Young. Tapi malam ini sepertinya perang kesekian muncul lagi.
Kepalanya mendidih. Tidak tahu apa yang sebenarnya Joon Young tuju dengan menyiksanya selama ini.
Dia sudah belajar mati matian demi menuruti seluruh perintah mamanya. Dan pada akhirnya harus menelan omelan wanita itu.
Ketika dia tengah sibuk mengurut pelipis sambil memejamkan mata, ponsel yang di kirnya sudah mati itu rupanya masih bisa menyenandungkan notifikasi tanda telepon masuk meski suaranya tampak mengerikan.
Gadis itu hanya melirik sekilas ke arah ponselnya yang tergeletak mengenaskan tanpa ada minat untuk menjawab panggilan yang masuk.
Benda itu terus berbunyi berkali kali hingga membuat Senja menggeram kesal, tapi dia tetap berusaha mengabaikanna hingga akhirnya benda itu mati sendiri.
Kelopaknya terbuka, netra sayunya menyapu langit langit ruangan. Hari ini rasanya dia ingin mati saja.
Baru tadi pagi kesabarannya di kuras karena dosen tiba tiba menukar jadwal ujiannya, dia bahkan belum mepersiapkan sama sekali materi yang di ujikan.
Dan sekarang dia tidak tahu lagi harus menumpahkan semua kekesalannya pada siaap, karena tidak mungkin ia menghubungi He Ra karen gadis itu juga tengah menghadapi ujian di kampus. Senja tidak ingin mengganggu fokus He Ra.
Setelahnya, muncul nama lain di kepalanya,
Jeon Jungkook.
Namun, hanya sepersekian detik sebelum dia sadar pasti pria itu tidak jauh lebih sibuk dari He Ra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
FanfictionAku menatap punggungnya dengan senyum yang terus terukir di bibirku. Hingga saat ini pun, aku masih belum percaya takdir mempertemukanku dengannya, dan hebatnya, semesta memilih dia untuk menyembuhkan lukaku. Dan yang bisa ku lakukan sekarang hany...