Aldo telah sampai di depan rumah Gita. Ia memberhentikan motornya, lalu perempuan yang ikut duduk di belakang pun turun.Aldo membuka helmnya. Ia melihat ke arah samping, melihat perempuan itu yang kesusahan membuka helm yang dikenakannya.
"Ya ampun, Aldo! Susah banget sih, ini!"
Tangan Aldo beralih untuk membantu membukanya. "Maklum lah, itu kan helm udah zaman dari kita SMP, Gita. Ya, wajar aja kalo udah karatan."
Setelah berhasil terbuka. Aldo beralih merapikan rambut Gita yang sedikit berantakan dan basah.
Aldo turun dari motor dan berlenggang pergi menuju pintu rumah Gita.
Gita pun membuntutinya dari belakang.
Aldo menarik knop pintu, tetapi pintunya tak bisa terbuka. "Kuncinya mana?"
Tangan Gita merogoh ke dalam tas selempang berwarna hitam. Setelahnya, memberikan kunci kepada Aldo.
Ketika Aldo membuka pintu. Gita berjalan ke arah bangku yang terbuat dari kayu berwarna coklat mengkilap, dan duduk di sana.
Ia melihat Aldo langsung masuk ke dalam tanpa ada rasa sungkan sama sekali.
Tak lama kemudian, dia keluar lagi dengan segelas air berwarna coklat keemasan dan mengarah kepadanya lalu duduk di bangku sebelah.
Aldo menaruh gelas itu di atas meja yang menjadi penghalang antara dia dengan Gita. "Minum!"
Gita menatap gelas itu kemudian menatap Aldo sekilas. "Teh?"
Aldo mengangguk. "Teh anget campur jahe. Gue yakin ini pasti enak. Gue gak mau lo sakit ya, Gita."
Gita berpaling ke arah jalan. "Nggak!"
"Eh, gak usah sok jual mahal deh lo!"
"Lo aja yang minum. Gue kan bisa nanti."
"Sekarang!"
"Nggak. Itu kan lo yang buat, jadi ya harus lo yang minum."
"Tapi gue gak mau lo sakit, Gita Auliaa!"
Gita mendecakkan lidahnya. "Nggak, ah!"
Aldo menunjukkan ekspresi kesalnya. Mata melotot, hidung kembang-kempis, dan bibir miring yang berkedut.
"Minum gak! Kalo nggak gue bakar ni rumah!"
Gita masih tak peduli. "Bakar aja!"
"Kali iniiiii aja! Lo nurut sama gue, Ta!"
"Ogah!"
Aldo berdiri. "Terserah lo, deh! Mau lo minum atau dibuang, terserah!"
Gita yang melihat tindakan Aldo, pun ikut berdiri. Memandangnya dengan tatapan sengit.
"Lagi pula gue suka jahe, Aldo!"
"Ya terus lo sukanya apa! Namanya juga obat! Ramuan! Gak gue kasih racun, kok!"
Aldo melenggang pergi dari sana. Gita jadi merasa heran dengan sikap Aldo yang tak biasa ini.
Sedangkan Aldo merasa kecewa dan sedikit kesal dengan gadis itu.
Perbuatan apa sih yang harus dilakukan untuk bisa bernilai di mata bulat gadis itu?
Perasaan, semua yang sudah Aldo lakukan untuknya. Sama sekali tidak ternilai olehnya.
Aldo menghentikan langkahnya, lalu berbalik. "Minum! Nanti keburu dingin!" katanya dengan nada cuek.
"Oke! Biar adil! Gue minum setengah lo setengah!"
Aldo kembali menghampirinya. "Lo dulu!"
Gita mengambil gelasnya. Dilihatnya teh itu dengan tatapan takut setengah jijik, saat melihat serpihan jahe ada di sana.
Dengan ragu. Gita mulai meminum teh itu dengan perlahan sambil menutup hidungnya.
"Ck! Alay banget," gumam Aldo.
"Ahhh! Pait, manis, pedes!" ucap Gita, merasakan rasa yang tertempel di bibirnya.
Gita menyodorkan gelas itu kepada Aldo. "Giliran lo!"
Aldo mengambilnya dan segera menghabiskannya hingga tandas.
"Ahh! Segerrr!"
"Seger mwatamu!"
"Slogan gue tuh!"
"Bagen!"
"Ya udah, gue pulang. Abis ini lo langsung ganti baju!"
"Tanpa lo suruh juga gue tau, Aldo!"
"Bagus!"
Aldo mulai pergi dari sana. Dan menghidupkan motornya. Namun, motornya tak mau menyala meskipun sudah disela.
"Ngadat lagi tuh si Cibi?"
"Iya."
Cibi adalah nama pemberian Aldo untuk motor maticnya yang sudah tergolong antik itu.
"Udahlah, dorong aja. Udah deket ini."
"Hadeuhh! Nasib ... Nasib ...."
"Semangat, Aldooo!" ucap Gita, seraya meninggalkan lelaki itu masuk ke dalam rumah.
Tidak ada pilihan lain. Aldo pun mulai mendorong si Cibi ke rumahnya. Jaraknya tak jauh dari sana, hanya berjarak 10 meter dari rumah Gita.
Gita selesai mandi. Ia mencari baju yang akan dikenakannya saat ini. Saat memilih baju pandangannya jatuh ke sweater hitam yang tergantung di lemari.
Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Ternyata dia lupa untuk mengembalikan sweater Gavin.
Sudah lama sweater itu menginap di lemari Gita. Mungkin sekitar tiga bulanan.
Waktu itu, Gita tengah menginap di rumah Gavin. Cuacanya sangat dingin dan sedang hujan deras.
Tubuh Gita itu sangat sensitif. Ia menggigil kedinginan walaupun AC sudah dimatikan. Kemudian Gavin datang membawa teh hangat tanpa jahe dan memberikan sweater kesayangannya kepada Gita.
Padahal, Gavin sering sekali menyuruh Gita untuk segera mengembalikan sweaternya. Namun, Gita selalu lupa.
Gita melihat-lihat sweater itu sambil kembali mengingat kejadian waktu lalu.
Gita menghembuskan nafasnya. "Aku harus balikin sweaternya sekarang."
Setelah selesai memakai pakaian --- baju putih polos lengan pendek dan celana panjang warna hitam.
Gita berjalan menuju rumah Gavin. Setelah sampai, ia mengetuk dua kali.
Gita pun masuk ke dalam karena pintunya setengah terbuka.
Saat itu juga. Gita menghentikan langkahnya ketika melihat Sarah tengah menyenderkan kepalanya ke bahu Gavin.
"Kak Gavin ...."
Bersambung .....
Sori banget nih jam updatenya telat:)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Tetangga [END]
Short Story[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN YA! KARENA DUKUNGAN KALIAN SANGAT BERHARGA💙] "KAK GAVIN, TERIMA AKU JADI PACAR KAKAK SEKARANG JUGA. AKU GAK NERIMA PENOLAKAN, YA!" Gita berteriak dari balkon kamarnya melihat ke bawah. Dimana Gavin baru saja pu...