Hari ini Gavin tak pergi ke kantor, karena hari ini adalah hari minggu. Namun, ada saja pekerjaan yang harus ia kerjakan di rumah.Setelah beres semua pekerjaannya. Ia keluar dari ruang kerjanya. Berniat untuk menghampiri sosok gadis yang selama ini telah memenuhi pikirannya tiada henti. Bahkan saat bekerja pun dirinya tidak bisa fokus karena selalu memikirkannya.
Seperti, apa dia baik-baik saja? Apa keadaannya sudah jauh membaik? Apa dia sudah makan? Apa dia sudah tertawa?
Sungguh, Gavin benar-benar pusing dibuatnya. Karena sudah berbulan-bulan gadis itu tidak pernah tertawa seperti biasanya. Jangankan tertawa, senyum pun jarang sekali.
"Ma, Gavin ke rumah Gita dulu," ucapnya, berpamitan kepada sang ibu yang tengah duduk di sofa depan sedang menikmati teh hangat dipagi yang cerah ini.
Setelah mendapat anggukan dari sang ibu. Ia pun berjalan keluar menuju rumah Gita.
Setelah sampai di depan pintu rumah Gita yang terbuka, lantas ia masuk ke dalam tanpa berseru terlebih dahulu.
Setelah masuk, ia sama sekali tak melihat keberadaan Gita. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar gadis itu.
Mungkin dia ada di kamar. Pikirnya.
Gavin langsung menarik knop pintu saat tiba di depan kamar Gita. Namun, buru-buru ia keluar lagi dan menutup pintunya rapat-rapat setelah melihat Gita hanya mengenakan handuk saja.
"Maaf! Saya nggak lihat, kok!" serunya, dari luar kamar Gita.
Gita juga sama terkejutnya dengan Gavin. Ia menyilangkan kedua tangannya menutupi dada. Padahal, tidak ada siapa-siapa di sana.
Gavin menunggu Gita di bawah, lalu duduk di sofa.
Tak lama kemudian, Gita turun dari tangga mengenakan baju pendek dan celana panjang. Setelahnya, ia duduk berhadapan dengan Gavin.
Gavin masih gugup dengan apa yang dilihatnya tadi. "Eu ... tadi saya gak lihat. Saya lihat, tapi saya gak lihat!" Dirinya jadi merasa seperti orang bodoh karena tingkahnya saat ini.
Gita hanya diam menunduk.
Gavin berusaha menghilangkan perasaan itu dan mulai merileks-kan dengan satu tarikan nafas.
"Kamu sudah makan?"
Gita mengangguk.
"Mau ... jalan-jalan?"
Gita menggeleng.
"Ya sudah, saya pulang." Gavin berdiri hendak pulang, tetapi Rina --- ibunya, datang menghampiri mereka berdua lalu duduk di samping Gita.
Rina melihat anaknya yang tengah berdiri kikuk. "Kenapa kamu? Ayo, duduk!"
"Nggak, Ma. Ada kerjaan yang harus dikerjakan."
"Duduk dulu!" titah Rina, menekan perkataannya.
Gavin pun kembali duduk.
Rina melihat Gita yang sedari tadi menundukkan kepalanya. "Kamu kenapa?"
Perlahan, Gita menaikan kepalanya. "Enggak, tante."
Rina mengelus pelan rambut Gita. "Gimana kabar kamu sekarang? Udah ikhlas sepenuhnya?"
Gita mengangguk. "Gita mimpi mereka setiap hari nangis terus. Ketika Gita tanya alasannya, katanya karena Gita sedih terus. Makanya mereka nangis. Dan mimpi itu terulang terus lebih dari tiga kali berturut-turut. Mungkin, ini petunjuk ya, tante? Mulai sekarang. Gita nggak akan sedih lagi, karena nggak mau lihat mereka nangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Tetangga [END]
Short Story[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN YA! KARENA DUKUNGAN KALIAN SANGAT BERHARGA💙] "KAK GAVIN, TERIMA AKU JADI PACAR KAKAK SEKARANG JUGA. AKU GAK NERIMA PENOLAKAN, YA!" Gita berteriak dari balkon kamarnya melihat ke bawah. Dimana Gavin baru saja pu...