"Nanti setelah ini kalian tidur di Mama, ya." Rina berucap sepanjang perjalanan di koridor rumah sakit ini. Saat berbalik badan. Dirinya tidak menemukan Gita dan Gavin di belakangnya."Lho! Mereka berdua ke mana?" Lalu matanya melihat Gavin dan Gita yang tengah berdiri di salah satu ruangan.
Apakah dari tadi dirinya bicara sendiri?
Ia pun memutar balik langkahnya menuju Gavin dan Gita.
"Hei! Kalian lagi ngapain di sini? Mama pikir kalian ada di belakang Mama, lho! Malu banget dari tadi ngomong sendiri berarti!"
Gavin dan Gita sama-sama menatap. Mengulum senyumannya masing-masing.
"Maaf, Ma," ucap Gavin.
"Ayo, pulang!" titah Rina.
"Nanti dulu, Ma. Gita mau masuk ke dalam dulu. Untuk memastikan itu Aldo atau bukan," kata Gita, tak hentinya melirik ke dalam ruangan itu.
"Aldo? Temen kamu itu?" Gita mengangguk menjawab pertanyaan dari Rina.
"Memangnya dia lagi dirawat di sini? Sakit apa dia?" tanya Rina.
"Justru itu. Gita mau tanya itu semua ke dia. Gita masuk dulu ya, Ma." Gita melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut yang disusul oleh dua orang di belakangnya. Sehingga membuat seorang lelaki yang tengah asik memakan apel merah dengan mengenakan selang oksigen yang dipakai di lubang hidungnya, menjadi terkejut akan kedatangan orang-orang yang ada di hadapannya.
"Gita?"
"Aldo ...." Ternyata Gita tak salah lihat. Orang yang berada di ranjang ini adalah sahabatnya, Aldo.
"Lo kenapa bisa ada di sini, Ta? Lo sakit?" tanya Aldo, seraya menaruh apel di atas piring yang berada di nakas.
Gita menghampirinya dengan perlahan. Ia menatap Aldo tak percaya. Ada apa dengan dia? Kenapa sampai harus memakai selang oksigen? Tanpa sadar, air matanya menetes.
"Harusnya gue yang tanya itu. Kenapa lo ada di sini? Ke mana aja lo selama ini, Aldo?"
"Gue ...." Aldo melirik kekanan kekiri. Berpikir untuk bisa menjawab pertanyaan dari Gita.
"Eh, baru nyadar ternyata ada Pak Gavin juga. Sama ... Ibunya Pak Gavin, ya?" ucap Aldo, berupaya mengalihkan pembicaraan.
Rina tersenyum. "Iya."
"Jawab gue Aldo!" Gita sedikit meninggikan suaranya.
"Oh, iya! Gue belum ucapin selamat buat pernikahan lo sama Pak Gavin. Selamat, ya. Gue lihat postingan di media sosial lo kalau ternyata akhirnya lo nikah sama Pak Gavin. Gue ikut seneng, Ta," ucap Aldo.
Gita terisak. Karena sedari tadi Aldo selalu mengalihkan pembicaraannya. "Aldo ... gue tanya lo kenapa? Lo sakit apa, Aldo!"
"Cuma ... asma doang, kok!" ucap Aldo dengan santainya.
Gita menghela. "Cuma? Sejak kapan? Kenapa selama ini lo nggak bilang sama gue!"
"Udah lama juga, sih. Dan kayaknya, stok pernafasan gue udah mau habis, nih!"
Tangis Gita pecah. "Kenapa lo gak bilang ke guee? Kenapa lo-- kenapa lo tega sama gue, Aldooo!"
"Kalaupun dulu gue bilang sama lo. Emangnya lo mau jadi pacar gue? Jadi ibu dari anak-anak gue? Nggak, kan? Karena cita-cita lo adalah menjadi nenek dari cucu-cucu lo nanti sama Pak Gavin! Ya udah, buat apalagi gue di sini. Gue itu sebatang kara. Keluarga gue udah gak ada semua. Sanak saudara entah ke mana. Makanya, gue memutuskan untuk hijrah ke surga. Karena katanya, di sana banyak bidadari-bidadari cantik yang pastinya lebih cantik dari lo. Doain gue biar gue langsung masuk ke surga dan ketemu sama bidadari gue, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Tetangga [END]
Short Story[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN YA! KARENA DUKUNGAN KALIAN SANGAT BERHARGA💙] "KAK GAVIN, TERIMA AKU JADI PACAR KAKAK SEKARANG JUGA. AKU GAK NERIMA PENOLAKAN, YA!" Gita berteriak dari balkon kamarnya melihat ke bawah. Dimana Gavin baru saja pu...