Gita menatap wajah basahnya dipantulan cermin toilet yang sudah ia basahi sebelumnya.Ia hanya tak mau. Kalau sampai ada orang yang mengetahui kalau dirinya tengah menangis.
Bahkan, dia merelakan bedak yang dipakainya tadi pagi harus luntur karena basuhan air tadi.
Gita mengambil dua lembar tisu lalu mengelap wajahnya yang basah. Setelah itu, ia mengambil nafas dalam-dalam untuk lebih merileks-kan dirinya.
Setelah dirasa sudah cukup tenang. Ia pun keluar dari sana tanpa meninggalkan jejak kalau dirinya tengah menangis.
Bahkan, tadi Gita sudah mengecek berulang-ulang matanya agar tak memerah ataupun basah seperti sehabis menangis.
Gita dikejutkan dengan keberadaan Aldo yang berdiri membelakanginya di depan pintu toilet.
"Do! Lo ngapain di sini?" Gita bernada santai seolah-olah tak terjadi apa-apa sebelumnya.
"Wah! Jangan-jangan lo mau mesum, ya?! Tobat lu, Do! Tobat!"
Aldo membalikkan badannya menghadap Gita.
"Jangan nething jadi orang!" ucap Aldo seraya menarik tangan Gita entah mau ke mana.
Ternyata, Aldo membawanya ke belakang kantor --- sebuah taman kecil.
Aldo menatap dalam ke arah mata Gita setelah mereka berdua duduk di bangku panjang.
Tentu saja, Gita yang mendapati tatapan itu langsung menatapnya balik dengan tatapan heran.
"Ngapain? Ngapain liatin gue sampai segitunya? Iya, gue tau gue emang cantik. Tapi gak sebegitunya juga kali ngeliatinnya!"
"Kalo mau nangis, nangis aja." Aldo mengatakannya dengan tenang dan pelan.
"Di depan gue lo gak usah pura-pura kuat!"
"Gue tau lo gak sekuat itu, Gita."
Padahal Gita sudah memastikan kalau dirinya benar-benar tidak terlihat seperti orang yang sudah menangis. Tapi Aldo? Bagaiman bisa dia mengetahuinya? Atau mungkin dia cenayang? Bisa membaca pikiran orang?
Gita melihat mata Aldo yang tengah menatapnya sendu. "Lo tau, Do?"
Aldo menghela lalu mengangguk seraya menutup matanya.
Mata Gita mulai berkaca-kaca lagi. Beberapa kali ia mengedip-ngedipkan matanya agar tidak ada air yang jatuh dari matanya.
"Gue masih gak nyangka aja sama perlakuan Kak Gavin ke gue, Do!"
Perlahan, air mata itu turun seraya Gita menundukkan kepalanya.
Aldo mengubah posisi duduk menjadi membelakangi Gita.
Aldo menepuk punggungnya. "Sini!"
Gita membenamkan wajahnya di punggung Aldo yang dibalut jaket jeans berwarna hitam.
Ini sudah menjadi kebiasaan mereka saat Gita tengah bersedih. Aldo sangat tahu jika Gita ingin sekali menumpahkan semua air matanya. Namun, gadis itu tidak mau terlihat menangis dihadapan orang. Katanya, "Itu akan membuat gue terlihat lemah di mata mereka."
Jadi, saat Gita ingin menangis ketika sedang bersama Aldo. Lelaki itu akan memunggunginya dan menjadikan punggungnya sebagai sandaran ternyaman untuk Gita menumpahkan air matanya.
"Gue bilang juga apa. Percuma lo ngejar-ngejar orang yang bahkan liat lo sedikit aja nggak!"
"Sadar, Ta! Kak Gavin gak akan pernah bisa balas perasaan lo!"
"Bahkan, menganggap serius lo aja nggak! Nyadar, ya! Lo itu gak lebih dari tetangganya Kak Gavin."
"Terus lo gimana?" tanya Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Tetangga [END]
Short Story[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE, DAN KOMEN YA! KARENA DUKUNGAN KALIAN SANGAT BERHARGA💙] "KAK GAVIN, TERIMA AKU JADI PACAR KAKAK SEKARANG JUGA. AKU GAK NERIMA PENOLAKAN, YA!" Gita berteriak dari balkon kamarnya melihat ke bawah. Dimana Gavin baru saja pu...