💙MAT 10💙

2.7K 120 5
                                    


"Kejar aja kalau bisa, wleee!" kata Aldo yang langsung masuk ke dalam lift sambil melambaikan tangan kepada Gita.

Nafas Gita tersengal. "Huh! Bisa-bisanya dia naik lift! Awas aja kalau sampai ketemu. Gue bejek-bejek  lo kayak rujak!"

Gita berdiri di depan lift sampai menunggu lift berikutnya. Tak butuh waktu lama, lift pun berhenti. Ia segera menekan tombol ke lantai yang ia tuju.

Ternyata, di dalam lift itu ada Gavin dan Sarah yang akan keluar.

"Sarah, kamu duluan aja. Saya mau kembali lagi ada yang tertinggal," ucap Gavin.

"Ada yang tertinggal? Biar Saya ambilkan saja, Pak!" ucap Sarah.

"Gak usah biar Saya aja, kamu duluan aja!"

"Cepetan nih oy gak naik-naik nih lift," ucap Gita melirik keduanya dengan sinis.

Sarah membungkuk sedikit. "Baik, Pak!"

Sarah pun keluar dari lift itu dengan perasaan yang sangat kesal.

"Anak baru gak tau diri! Lo salah pilih lawan!" ocehnya dengan mata menatap tajam ke arah lift.

Sementara Gita, di dalam sana. Ia melirik Gavin dari atas kepala sampai ujung kaki.

"Kira-kira apa ya, yang ketinggalan?" tanya Gita menaikkan satu alisnya.

"Huh, bilang aja kalau mau berdua-duaan di sini sama  aku. Iya, kan?"

"Gak usah geer kamu!" jawab Gavin dengan gayanya yang cool.

"Terus, kalau gitu apa yang ketinggalan?"

"Bukan urusan kamu!"

Brugh!

Tiba-tiba ruangan lift menjadi gelap. Sepertinya ada yang salah dengan lift ini.

Goncangan ringan dengan cahaya yang minim membuat Gavin merasa sesak dan memegangi dadanya lalu terjatuh ke lantai.

Gita segera mendekap Gavin. Ia tau kalau laki-laki itu sangat takut dengan kegelapan.

Gavin trauma kegelapan sejak lama. Saat dia masih berumur 12 tahun, saat itu dirinya diculik oleh orang yang tak dikenal dan disekap di dalam lemari selama berhari-hari dengan keadaan yang sangat gelap.

Nafas Gavin tak beraturan menahan rasa ketakutan yang ingin sekali ia hilangkan.

"Ssstt! Jangan pikirin hal-hal yang buruk. Bayangin sama Kak Gavin, kalau Kak Gavin sedang berada di tempat yang tenang, damai, sejuk dan aman. Selain hal itu jangan pikirin apa-apa lagi. Ada aku di sini."

Gita berusaha menenangkan Gavin dengan mengusap rambutnya. Berharap agar rasa ketakutan itu segera hilang.

Entah sejak kapan, Gavin memeluk perut Gita. Dan kini, ia semakin mengeratkan pelukannya.

Lampu lift kembali menyala dan kembali normal. Saat itu juga, lift jya berhenti tepat di hadapan orang banyak yang akan menggunakan lift. Di antaranya ada Aldo.

Dia menatap keduanya yang tengah berpelukan dengan tatapan terkejut, begitu pun dengan yang lainnya.

Gita tak mempedulikan orang-orang. Saat ini yang ia pikirkan hanya Gavin.

Setelah sadar dengan sepenuhnya. Gavin berusaha berdiri dan bangkit.

"Kalau mau keluar hati-hati, jangan sampai terjatuh lagi!" Setelah berucap seperti itu Gavin segera keluar dari sana dan pergi begitu saja.

Ia tak mau jika orang-orang sampai tahu kejadian yang sebenarnya. Bisa malu dia. Mau taruh di mana mukanya ini?

Sekelompok orang-orang itu menatap Gita dengan tatapan yang bermacam-macam. Bahkan, ada wanita yang sangat menatapnya dengan sangat sinis.

Tentu saja, Gita sangat risih akan hal itu.

"Ngapain kalian ngeliatin Saya sampai segitunya?" tanya Gita.

Aldo segera menarik tangan Gita dan membawanya pergi dari sana.

"Aldo, lo ngapain tarik-tarik tangan gue?"

Aldo memberhentikan langkahnya dan menatap Gita dengan datar.

"Eh, sori. Gak sengaja kebawa tangannya."

Gita merasa heran. "Hah, lo apaan sih? Sumpah, ya! Lo itu orang yang paling gaje, prik, menyebalkan diseluruh alam semesta ini!"

Aldo kembali melihat ke arah Gita. "Ta, gue. Sebagai calon pacar lo nanti---"

"Najis!" potong Gita.

"Gue cemburu lah liat lo peluk-pelukan sama Pak Gavin tadi!"

"Pak Gavin?"

"Ini kantor, jelas harus manggil dengan sebutan Pak! Lo juga manggilnya pake kata Pak, bukan Kak!"

"Heuh, terserah! Emm, apa tadi? Lo cemburu? Hellow! Atas dasar apa lo cemburu, hah?"

"Udah gue bilang kalau gue ini bakalan jadi calon pacar lo, Ta."

"Ogah! Karena gue udah jadi calon istrinya Kak Gavin! Soal pelukan tadi, tadi kan lift nya rusak terus lampunya mati. Nah, Kak Gavin tuh takut sama kegelapan ya udah gue tenangin Kak Gavin---"

"Dengan cara lo meluk dia?"

"Betul syekali!"

"Kalau gue yang ada di posisi Kak Gavin, lo juga bakalan lakuin hal yang sama? Lo bakal peluk gue?"

Gita nampak berpikir. "Emmm, kalau lo, ya ... Enggaklah! Ngapain juga gue mesti peluk lo? Lo itu kan nyebelin, pelit juga. Jadi buat apa gue tolongin lo?"

Aldo memegangi dadanya yang terasa sesak dengan nafas yang tidak beraturan.

Hal itu, membuat Gita seketika menjadi panik.

"Do, lo kenapa?" tanya Gita seraya memegangi pundak Aldo.

"Dada gue ... Sakit ... Sesak, Ta ...."

Gita benar-benar panik saat ini. "K--kenapa? Lo sakit apa, Do?"

"Gue sesak setelah denger jawaban lo tadi. Lo gak akan peluk gue kalau gue ada di posisi Kak Gavin."

Seketika Gita merubah ekspresinya yang tadinya panik menjadi sangat datar.

Bugh! Bugh! Bugh!

Pukulan itu Gita berikan kepada Aldo secara bertubi-tubi.

"Bisa-bisanya ya, lo, Do!"

Tak ingin berdebat lagi, Gita pun memilih untuk pergi dari sana.

Aldo menatap kepergian Gita dengan memegangi dadanya yang masih terasa sakit dan sesak, dengan tatapan sendu.

"Apa mungkin lo bakalan jadi milik gue, Ta? Atau itu akan menjadi mimpi gue selamanya?"

Bersambung.....

SETUJU GAK KALO SEKALI UPDATE ITU LANGSUNG 2 PART?

YANG SETUJU KOMEN SINI, YA💙

KALO NGGAK ADA, YA BERARTI KALIAN NGGAK SETUJU HEHE😅

My Annoying Tetangga [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang