16

962 74 8
                                    

Hari yang cerah di Water Seven setelah perang yang terjadi tiga hari kemarin. Semua orang di kota itu terlihat sibuk memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak akibat Aqua Laguna yang menyapu dari laut lepas. Kelompok Mugiwara berada di sebuah tempat yang Iceburg sediakan untuk mereka istirahat sementara menunggu kapal baru mereka. Merry telah dibakar karena kapal itu tidak bisa berlayar lagi. Meski Luffy memohon kepada pembuat kapal untuk memperbaiki Merry, mereka tidak bisa melakukan apa pun. Merry sudah mencapai batasnya. Dengan terpaksa mereka membakar Merry. Melepaskan kepergiannya dengan air mata dan kenangan saat mereka berlayar bersama teman mereka itu.

Luffy duduk di kursi memejamkan mata. Meski terlihat tidak melakukan apa-apa, sebenarnya Luffy melihat sesuatu di masa depan. Luffy tersenyum, "Sebentar lagi akan ada yang datang." Teman-temannya menoleh ke arah Luffy yang masih terpejam dengan posisi kaki ia letakkan di atas meja, kedua tangan ia lipat di dada, dan punggung yang bersandar di kursi yang ia duduki.

"Angkatan laut, merobohkan dinding."

"Angkatan laut?" Nami bertanya. Ia percaya dengan kemampuan Luffy yang bisa melihat masa depan karena level hakinya yang berbeda.

"Dan kita akan bertempur lagi." Zoro memegang pedang dan hendak menariknya keluar dari sarungnya.

"Tidak. Kalian jangan melawannya," seringai Luffy jelas terlihat di sana. Meski teman-temannya tidak megerti tapi Luffy tampak tidak peduli.

Bunyi tembok yang roboh mengalihkan perhatian Zoro dan yang lain, sementara Luffy masih dengan posisinya semula.

"Mugiwara No Luffy. Di mana dia."

Mata Nami, Robin, dan Sanji melebar karena tahu siapa orang itu. Tapi, belum sempat mereka merespon, dia sudah melesat menuju orang yang dia cari. Luffy yang memang sudah tahu ini akan terjadi tidak tinggal diam. Dia juga melesat menggunakan jurus yang sama, soru, ke arah belakang orang yang masuk tanpa permisi (dengan cara merobohkan dinding).

"Kau mencoba menghindar, bocah." Orang itu menangkap Luffy dengan cepat saat Luffy lengah, lalu memukul kepalanya dengan tinju yang ia sebut tinju cinta. Tinju itu tidak pernah sekali pun meleset, selalu tepat sasaran.

"Sakit. Tinjumu itu bisa membunuhku, Jiichan."

Keheningan sekian detik merenggut kesadaran semua orang yang berada di sana. Hingga mereka berteriak "Jiichan?" dengan kor yang sama kecuali Zoro dan Robin yang hanya membelalakkan mata sempurna.

"Garp si pahlawan lautan adalah Jiichanmu?" Nami dan wajah terkejutnya bertanya dengan suara keras mewakili semua orang di sana dengan rasa penasran yang sama.

"Hahahaha. Luffy, lama tidak jumpa, cucu kurang ajar." Garp memeluk Luffy mengabaikan semua orang termasuk perajurit angkatan laut dan tangan kanannya, Bogard. Kakek tua seumuran Shirohige itu memeluk cucunya erat melepas rasa rindunya. Luffy terlihat senang karena sudah satu tahun lebih tidak bertemu (meski salam pertemuannya adalah tinju maut).

"Aku tidak percaya Mugiwara No Luffy adalah cucu dari Laksamana Garp." Seru salah satu prajurit angkatan laut di sana yang datang bersama Garp.

"Untuk apa Jiichan ke sini?" tanya Luffy yang mengelus kepalanya yang masih sakit karena tinju cinta dari kaeknya.

Mendengar itu, Garp menarik kerah Luffy dan kembali menghajarnya (lagi). "Dasar cucu sialan, kenapa kamu berbuat onar," kesal Garp yang sadar akan tujuannya, tapi mimik wajahnya seperti berkata, 'Bagus, Luffy. Kau melakukan sesuatu yang keren'.  "Hei, dan begini caramu kepada Jiichanmu setelah sekian lama tidak bertemu?" Garp meniup tinjunya berniat untuk menghajar Luffy (sekali lagi).

"GOMENASAI, JIICHAN. JANGAN MENINJUKU LAGI," Luffy memelas minta ampun. Jika tidak, benjolan di kepalanya akan bertambah lebih banyak.

'Terserah kalian saja,' batin kru Mugiwara lelah melihat tingkah cucu dan kakek di depan mereka. 

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang