Warga kampung melambaikan tangan. Pepohonan bergoyang searah, angin bertiup pelan, burung-burung terbang di sekitar kapal, ombak menyapu pesisir, seolah alam sekitar ikut mengantarkan kepergian Bajak Laut Topi Jerami. Semua kru yang berada di atas kapal tersenyum lebar. Sanji mendapatkan banyak bahan makanan dari pulau, mereka berburu dan mencari buah-buahan. Pulau itu sangat subur karena kedatangan Luffy. Suara-suara aneh tidak terdengar lagi.
"Nika, hati-hati," anak-anak melambai dan berteriak serempak. Luffy tertawa mendengar nama itu, "Shishishi, Nika. Nama itu cukup menarik." Luffy balik melambai ke arah mereka, "Jaaana, suatu hari aku ingin pulang ke pulau ini!" tanpa sadar Luffy mengatakan itu. Semua warga tersenyum senang mendengarnya. Mungkin karena pengaruh buah iblisnya, atau Nika yang berbicara. Baiklah, sepertinya Luffy memiliki dua kepribadian.
Zoro melipat tangan lalu menyeringai, "Jangan pulang sendirian, kapten. Pendekar pedang juga ingin ikut." Luffy menoleh melihat Zoro, wajah itu sedikit berbeda membuat Zoro terdiam beberapa saat. "Nika..." tanpa sadar Zoro menyebut nama itu. Robin yang kebetulan melihat ke arah Luffy menyadarinya.
"Ada apa?" tanya Shiryu, Nami yang berada di sampingnya kini penasaran. Robin menggeleng seolah tidak mengerti bagaimana mengatakannya.
"Tentu saja, kau akan ikut bersama ku kemana pun aku pergi, shishishi," timpal Luffy atas pernyataan Zoro. Pendekar pedang itu tersadar dari lamunannya lalu tersenyum puas. "Oreta!" Usop menunjuk dirinya sendiri.
"Kami juga akan ikut kemana pun kau pergi, kapten."
"Itu superrr benar." Franky setuju dengan Shiryu.
Semua tertawa dan mengatakan ingin ikut kemana pun kaptennya itu pergi. Hati Luffy menghangat melihat krunya satu persatu, ia megangguk senang. Jika melihat wajah itu persis seperti wajah anak kecil yang polos. Di saat seperti ini, bayangkan jika Ace, Sabo atau semua saudaranya melihat wajah polos itu. Hidung mereka akan memerah karena darah mimisan mengalir deras, tidak tahan dengan kekuatan keimutan seorang Luffy. Jika perlu Ace akan mengurung adiknya itu agar tidak pergi ke mana-mana.
"Turunkan layar." Zoro, Sanji melakukan perintah Luffy. Franky sudah siap di kemudi kapal. Brook dan yang lain melambai mengucapkan sampai jumpa. "Yosh, minna. Mari berlayar." Luffy mengangkat tangannya tinggi.
""Ou!!!" serempak sautan kru terdengar bersamaan dengan suara layar kapal yang terbentang tertiup angin. Kapal melaju pelan, lumba-lumba muncul dari dalam air melompat mengikuti Sunny. Pipi Robin bersemu merah, "Kawai." Arkeolog itu tidak tahan melihat lumba-lumba yang memunculkan setengah badannya dari dalam air, lalu mengepakkan sirip seolah bertepuk tangan dengan suara khasnya.
"Yohoho, aku teringat dengan Loboon kecil." Brook mengambil biola dan memainkan lagu Binks sake, lagu kebanggaan para bajak laut. Kini Sunny kembali memasuki kabut. Kapal itu seolah sudah tahu arah keluar dari pulau. Usop mencoba melihat pulau dari kejauhan menggunakan teropong. "Matte, pulaunya hilang," Usop sedikit terkejut. Nami mengambil alih teropong dan melihat dengan benda itu. "Tidak aneh karena kepala desa sudah mengatakan bahwa pulau itu beda dimensi," ucapnya.
"Itu artinya kita sudah berada di luar wilayah Pulau Kebebasan." Entah sejak kapan pulau itu bernama. Namun Shiryu dan yang lain meyebutnya seperti itu.
Usop melihat Chopper melakukan sesuatu, "Kau sedang apa, Chopper?"
"Menanam tanaman obat," Chopper tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. Tangan kecil itu ia angkat menunjukkan tanaman obat yang ia tanam di hari sebelumnya, tanaman itu sudah tumbuh.
"Bukankah itu baru kemarin kau menanamnya?" Usop mendekati Chopper untuk memastikan bahwa ia benar. "Sugoiii, tanah dari pulau itu memang ajaib." Mengangkat pot dan menilik tanaman itu dengan baik. "Untungnya kita mengambil tanah cukup banyak, aku bisa menanam lebih banyak biji-bijian."