Sedikit panjang karena ngetiknya kebablasan, dan mungkin banyak typo karena malas untuk diedit.
Shirohige datang membawa armada besar untuk menyerang markas besar angkatan laut. Perang tidak bisa untuk dihindari. Sesuai perintah Shirohige, kru yang lemah tidak diijinkan untuk andil dalam pertarungan. Karena dipastikan tidak ada yang boleh mati. Shirohige tidak ingin mengorbankan siapa pun.
Shirohige berdiri di atas kapal dikelilingi oleh komandan devisi armada. Sabo yang berada di dekat Marco menatap jauh ke arah Ace yang tidak berdaya. Hatinya begitu sakit melihat saudaranya yang akan dieksekusi.
"Kenapa kalian datang menyelamatkan ku? kalian tidak perlu seperti ini." Ace berteriak dari panggung eksekusi.
Shirohige melihat ke arah Ace yang berteriak. Pria tua itu sedikit menyunggingka senyum ke arah anaknya itu. "Kata-katamu terlalu manis sebagai penyambutan, Ace," Shirohige berkata lembut.
"Bahkan setelah mengabaikan perkataanmu untuk tidak pergi, kalian masih akan menyelamatkanku?"
"Tidak. Aku yang memerintahkanmu untuk pergi. Marco sendiri mendengarnya. Iya, 'kan, Marco?"
Marco dan yang lain mengangguk mengiyakan perkataan Shirohige.
"Apa yang akan terjadi dengan orang-orang bodoh yang mengganggu anggota kruku?"
"Mereka terlalu ceroboh karena telah menentang bajak laut Yonkou."
"Kami tidak akan membiarkan mereka melukaimu, Ace."
"Aceeeee, dengarkan ini. Aku tidak ingin adikku menangis jika dia tahu kamu mati dieksekusi oleh para sampah bajingan itu,"
Ace terdiam mendengar teriakan Sabo. Teriakan itu seperti memberi secuil harapan ingin hidup dalam diri Ace. Ingatannya melayang ke masa lalu ketika Luffy masih kecil, ketika Shirohige memintanya dan Sabo untuk menjadi anaknya, ketika Marco menjelaskna kenapa Shirohige dipanggil ayah.
"Baka. Dia juga adikku," protes Izo.
"Hei, jangan lupa siapa yang sering membuatkannya mainan," Namur tidak ingin kalah.
"Aku yang memasak untukknya. Jadi dia adalah adikku," ujar Thatch.
Marco menepuk jidat melihat tingkah mereka. Di saat seperti ini mereka masih berdebat.
Hati Ace menghangat melihat mereka seperti itu. Jika harapan itu masih ada, Ace ingin hidup lebih lama bersama mereka semua.
"Oyaji, apa aku adalah anak yang baik?"
"Tentu saja kau anak yang baik," jawab Shirohige.
"Kau diam saja di sana, kami akan membebaskanmu yoi."
Shirohige menatap semua musuh di depan sebelum mengambil posisi kuda-kuda, "Bersiaplah markas marine."
Tiga admiral yang duduk ditempatnya menunggu apa yang akan dilakukan Shirohige.
"Jadi mereka yang akan kita hadapi," seru Aokiji yang baru bangun dari tidurnya.
"Kau terlalu santai." Akainu melipat kedua tangannya di dada.
"Kowai ne Shirohige."
Shirohige mengepalkan kedua tangan lalu memposisikan di kedua sisi tubuhnya. Masih dengan posisi kuda-kuda, Shirohige memukul udara hingga udara itu terlihat retak seperti cermin. Hingga beberapa detik kemudian, terdengar suara gemuruh datang dari arah laut.
"Suara apa itu?"
"Lihat. Ada tsunami."
Prajurit angkatan laut panik karena tsunami besar tiba-tiba datang menerjang ke arah mereka.
