10

10.1K 892 24
                                    

Hari demi hari hingga bulan berganti bulan. Kandungan Sena kini sudah memasuki 36 minggu, tapi itu bukanlah penghalang baginya untuk bekerja.

Minggu pagi adalah jadwalnya mencuci semua pakaian kotor milik Bu Mina dan tentu juga Denis, tapi pekerjaan ini agak sedikit berisiko jika Sena tidak hati-hati. Pasalnya tempat menjemur pakaian ada di atas bersamaan dengan ruang laundry dan setrika. Sena harus naik turun tangga karena sembari menunggu semua cuciannya selesai, ia harus menyelesaikan pekerjaannya yang lain.

"Aduuh, ngapain sih kamu bolak-balik naik turun tangga terus?" tanya Bu Mina yang gemas karena Sena terus mondar-mandir menaiki tangga.

"Saya lagi nyuci, Bu, tapi 'kan saya juga masih ada kerjaan lain."

Bu Mina berdecak gemas dan menghampiri Sena.

"Inget kandungan kamu ini loh. Dokter bilang kamu gak boleh kecapekan, mau sakit perut lagi?"

Sena tersenyum sungkan. Ia merasa tak enak karena Bu Mina jadi terlalu membatasi geraknya untuk bekerja.

"Saya masih bisa kerja kok, Bu. Gak apa-apa, hari ini bayinya juga baik-baik aja."

"Kamu nih dibilangin malah ngeyel. Udah, gak usah naik turun tangga lagi, cuciannya biar Denis yang urus."

"Eh, jangan Bu. Itu 'kan tugas saya, masa Mas Denis yang ngerjain?"

Bu Mina menghela napasnya. Sadar bahwa ARTnya ini sedikit keras kepala, akhirnya ia membolehkan Sena menyelesaikan cuciannya dengan peringatan kalau dia harus berhati-hati.

Sena segera naik ke lantai 2 setelah mendengar alarm mesin cuci berbunyi. Ia mengeluarkan gilingan cucian bersih dan memasukannya ke keranjang untuk dijemur. Denis yang saat itu kebetulan lewat tak sengaja menangkap sosok Sena yang tengah membungkuk, bersiap untuk mengangkat keranjang cucian yang tentu saja langsung membuatnya melotot.

"Eh eh, Sena Sena, stop." Ujarnya menghentikan gerakan Sena dan mengambil atensi pemuda itu.

"Oh, Mas Denis, kenapa Mas? Kok lari-lari?" tanya Sena.

"Ya gimana gak lari-lari coba? Lo tuh ... Hiihh, udah tau lagi hamil gede, malah mau angkat yang berat-berat begini. Kenapa gak minta tolong aja sih?" gerutu Denis sedikit mengomeli Sena kemudian mengangkat keranjang cucian itu ke tempat jemuran.

Sena yang mendapat perhatian seperti itu tentu merasa senang. Apalagi ia juga seolah bisa merasakan kalau bayinya pun turut senang mendapat kepedulian dan perhatian dari Ayahnya. Namun lagi-lagi realita yang ada menghalangi Sena untuk menyimpan harapan. Sebuah harapan kalau Denis akan mengetahui kenyataannya dan menerima semuanya.

'Itu gak bakalan mungkin, Sen. Lo sama Mas Denis cuma orang asing, yang dipertemukan lewat kecelakaan. Jadi gak usah berharap yang aneh-aneh.' batin Sena mengingatkan diri.

Sena segera menyusul Denis untuk menjemur semua cuciannya, tapi ternyata Denis sudah melakukan itu meski baru beberapa yang di jemur.

"Mas Denis, kenapa malah Mas Denis yang jemurin bajunya? Biar saya aja, Mas." ujar Sena tak enak hati.

"Gue bantuin. Lo pasang aja baju yang udah gue hanger ke jemurannya, biar lo gak usah bungkuk-bungkuk."

Sena hanya bisa menurut saat Denis menyodorkan baju yang siap di jemur ke arahnya. Berada dalam situasi seperti ini adalah salah satu hal yang paling berat bagi Sena. Denis memiliki sifat yang baik dan peduli, tapi kebaikannya justru menjadi bilah pisau yang tajam dan seakan siap menghunus hati Sena yang dibuat terombang-ambing oleh kenyataan dan harapannya.

'Mss Denis, tolong jangan terlalu baik sama saya. Saya takut semakin jatuh saka kebaikan Mas Denis dan malah berakhir luka buat kedua kalinya.' batin Sena.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang