38

7.1K 654 24
                                    

Dua hari berlalu dan kini Sena sudah diperbolehkan pulang. Denis memarkirkan mobilnya di garasi rumahnya kemudian membantu Sena untuk turun dengan hati-hati.

Selama 5 hari di rumah sakit, Sena nampak benar-benar diam setelah menerima fakta bahwa kini anaknya sudah tiada. Denis tentu berusaha untuk menenangkan Sena dan mengembalikannya seperti sedia kala, namun ia tahu itu semua tidak akan mudah.

Bu Mina yang berdiri di depan pintu pun hanya bisa memaksakan diri untuk tersenyum, menyambut kepulangan sosok ART yang lambat laun mulai mengubah cara pandangnya terhadap Sena meski ia belum sepenuhnya menerima lelaki itu dalam suatu hubungan dengan anaknya.

"Kamu laper? Ibu udah masakin buat makan kamu sama Denis." ujar Bu Mina sambil merangkul tangan kiri Sena yang bebas.

"Makasih banyak, Bu Mina, tapi kalo boleh saya mau istirahat aja di kamar." jawab Sena.

"Yaudah, kamu istirahat ya."

Denis membawa tubuh Sena ke dalam rumah dan langsung mengatarnya menuju kamar. Namun saat hendak di arahkan menuju tangga, Sena malah menahan tangannya dan berhenti.

"Ke kamar saya, Mas Denis."

"Kalo di kamar aku 'kan lebih nyaman." ujar Denis berusaha memberi pengertian.

"Saya mau di kamar saya aja."

Denis hanya bisa menghembuskan napasnya dan menuruti keinginan Sena. Begitu tiba di kamar, atmosfernya benar-benar langsung berbeda. Suasana kelabu dan duka terasa sangat pekat di dalam kamar Sena. Apalagi barang-barang Yosse masih belum di pindahkan.

Sena berjalan gontai mendekati box bayi yang dulu di tempati sang anak. Box itu kini kosong, dan tidak akan lagi ada bayi yang menempatinya karena malaikat mungil tercintanya sudah berada dalam pelukan sang Pencipta.

Liquid bening itu kembali menetes dari kedua mata Sena. Denis mendekat ke arah Sena dan langsung memeluknya.

Suara isak tangis Sena memenuhi seisi kamar. Denis pun hanya bisa memberikan pelukan tanpa mengucapkan sepatah kata karena lidahnya kelu, rahangnya kaku, dan tenggorokannya terasa tercekik hingga nyeri lah yang terasa.

"Maaf..." hanya itu yang bisa Denis katakan.

Denis melonggarkan pelukannya pada Sena. Ia usap air mata yang terus mengalir lewat pipi yang semakin tirus dalam 5 hari ini. Bahkan rahang Sena terlihat lebih tajam dari terakhir kali.

"Istirahat yuk, di kamar aku aja, jangan di sini." ujar Denis sambil turut berusaha menenangkan dirinya.

Denis membawa Sena ke kamarnya. Dengan hati-hati ia bantu Sena untuk berbaring karena anak itu masih larut dalam tangisannya.

"Gak papa kalo masih mau nangis, tapi jangan kelamaan ya? Kamu belum pulih total, aku takut kamu drop lagi karna kebanyakan nangis."

"Sakit Mas..."

Denis tersenyum sangat tipis saat melihat Sena meremat dada kirinya.

"Aku juga ngerasain hal itu. Aku janji, aku bakal bikin pelakunya dapet hukuman yang berat. Bahkan kalo perlu, aku sendiri yang bakal ambil nyawa dia karna udah hilangin nyawa anak kita."

Sena menggelengkan kepalanya, "Jangan, cukup di penjara aja."

Denis menghela napas pelan sambil mengusap rambut hitam Sena.

"Stop jadi orang yang terlalu baik, Sen. Kamu berhak marah atas sesuatu."

Denis beranjak dari posisinya agar ia bisa menarik selimut dan membiarkan Sena beristirahat.

"Istirahat ya, aku pergi dulu ada sesuatu yang harus aku urus."

"Jangan pulang malem ya." pinta Sena.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang