12

9.3K 791 3
                                    

Bu Mina nampak sangat bersalah pada Sena karena harus memberitahukan soal kondisi bayinya. Tadi saat kembali setelah membeli buah untuk Sena, dokter Riyana yang kebetulan berpapasan dengannya langsung mengajaknya untuk ke ruangan kerjanya karena dokter Riyana ingin menjelaskan kondisi bayinya Sena.

"Sena," panggilnya lembut sambil menyentuh bahu pemuda yang kini tengah duduk di kursi roda, tepat di depan inkubator sang anak.

"Kenapa harus Yosse yang sakit, Bu Mina? Kenapa gak saya aja?" tanya Sena tanpa mengalihkan pandangan dari bayinya. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata, menatap sedih ke arah sang putra yang nampak tak berdaya di dalam inkubator.

"Kamu harus sabar ya, Nak. Semua ini pasti ada hikmahnya. Tuhan gak mungkin kasih derita tanpa menyiapkan bahagia untuk kita." ujarya berusaha menguatkan Sena sambil mengusap bahu pemuda itu.

Denis sendiri seakan tak jauh berbeda dengan Sena. Ia berdiri di samping Sena, ikut memandang si mungil Yosse yang terkulai tidak berdaya di dalam inkubator. Melihat betapa kecilnya tubuh Yosse, ditambah kondisi bayi itu yang dinyatakan mengalami penyakit jantung bawaan seolah langsung menumbuhkan rasa ingin melindungi yang sangat kuat di hatinya.

Sena mengulurkan tangannya masuk ke dalam inkubator melalui lubang seukuran tangan dan menyentuh tangan mungil bayinya. Air matanya langsung menetes saat merasakan sang anak nampak berusaha menggenggam jari telunjuknya.

Denis merangkul bahu Sena dan mengusapnya dengan lembut bermaksud ingin menguatkan.

"Permisi, jam besuk bayinya sudah habis." tegur seorang suster yang bertugas jaga di ruangan bayi.

Sena masih enggan untuk menarik tangannya. Ia ingin menemani bayinya, memastikan bahwa anaknya masih bisa bergerak meski kondisinya sangat lemah.

"Nanti kita ke sini lagi ya. Yosse juga butuh istirahat." bujuk Denis sambil menarik pelan tangan Sena dari inkubator.

Dengan berat hati Sena meninggalkan sang putra kembali ke kamar inapnya. Denis membantu Sena untuk naik ke atas tempat tidur dan memakaikan selimut hingga sebatas di bawah dada.

Suasana kamar terasa sangat hening. Sena sendiri tengah berbaring sambil memejamkan mata, namun setitik air mata mengalir turun dari matanya.

Denis masih belum beranjak dari posisinya. Ia berdiri di samping Sena, bahkan kini ia menopang tubuhnya dengan tangan yang berada di sisi kanan dan kiri tubuh Sena sambil menatap sendu wajah manis yang nampak sedikit pucat dan kelelahan itu. Abai dengan keberadaan Ibunya yang terus memperhatikannya di sofa.

Tangannya bergerak menyentuh pipi tirus Sena. Ibu jarinya bergerak mengusap air mata yang mengalir di pelipis kiri Sena dan mengundang terbukanya kedua kelopak yang menutup kelereng kecokelatan milik Sena.

"Yosse bakal baik-baik aja, Sen. Ini pasti cuma sebentar. Sebentar lagi lo pasti bakal bahagia sama anak lo."

Sena hanya diam sambil menatap wajah Denis yang menyampaikan rasa sedih padanya. Ingin rasanya Sena menarik tubuh Denis ke pelukannya, mengadu pada lelaki itu bahwa bayi mereka sedang tidak baik-baik saja. Tapi ia tidak akan bisa melakukan itu. Bahkan hanya untuk tersenyum dan mengatakan terimakasih atas niat baik Denis menguatkannya, ia tak sanggup.

"Saya mau tidur." ujar Sena lemah dan di angguki oleh Denis yang kini bangkit dari posisinya.

Denis berjalan ke arah sofa dan duduk di samping sang Ibu. Ia sandarkan tubuhnya, membuang rasa lelah yang entah kenapa membekap seluruh tubuhnya meski ia tak banyak melakukan aktivitas hari ini.

"Denis,"

"Iya Ma?"

"Hari ini 'kan harinya Papa."

Denis langsung menegakkan tubuhnya sambil menatap sang Ibu. Ia lupa kalau hari ini adalah tanggal di mana Ayahnya meninggal.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang