13

8.9K 730 7
                                    

Malam ini Ardi hanya menghabiskan waktu istirahatnya dengan bermain ponsel. Sebenarnya ia ingin sekali menelepon Sena setelah kejadian kemarin yang tentu membuat siapapun yang melihatnya shock termasuk dirinya.

Sejak Sena dibawa ke rumah sakit, sebenarnya ia terus memikirkan kondisi Sena dan juga bayi di kandungannya. Ia belum berani menelepon karena tidak tahu bagaimana kondisi Sena saat ini dan apakah ia memegang ponselnya atau tidak.

"Apa coba dulu aja ya? Operasi gak mungkin sehari semalem 'kan?"

Dengan perasaan ragu namun penuh harap, Ardi men-dial nomor ponsel Sena. Suara sambungan telepon entah kenapa membuat jantungnya berdebar.

"Halo, Bang Ardi."

"Oh, halo Sen. Maaf ganggu waktu istirahat lo." sahut Ardi dengan perasaan lega begitu mendengar suara Sena.

"Gak papa, Bang. Kebetulan lagi nonton TV kok."

"Ooh. Emm ... Gimana keadaan lo Sen? Terus anak lo?"

"Saya baik-baik aja Bang, dan Yosse ... dia juga udah lahir, walaupun harus prematur."

"Oh, terus gimana keadaannya?"

"Yosse ... dia, ada kelainan jantung Bang."

Ardi tak mampu berujar apapun sebagai balasan atas ucapan Sena. Sekujur tubuhnya bagai tersengat listrik saat kondisi Yosse terucap dari bibir Sena.

"Gue ... Gue turut prihatin sama kondisi anak lo ya, Sen. Gue gak tau harus ngomong apa, gue juga kaget denger kondisi anak lo. Tapi gue yakin anak lo bakal sehat dan tumbuh dengan baik. Gue yakin lo bisa ngerawat anak lo sesulit apapun keadaannya."

"Makasih ya Bang Ardi. Saya seneng Bang Ardi masih mau peduli sama saya walaupun kita udah jarang ketemu."

"Santai aja, Sen. Lo inget 'kan gue bilang apa waktu lo pindah kerja? Gue selalu bersedia buat jadi tempat lo pulang kalo lo gak tau harus kemana. Jadi gak perlu sungkan sama gue."

"Iya Bang. Abang kapan mau nengokin saya sama Yosse? Kemarin 'kan Abang juga bantuin saya pas jatoh."

"Kapan ya? Nanti mungkin pas gue libur kerja."

"Ooh, yaudah."

"Iya. Lo istirahat ya, gue tutup dulu."

"Iya Bang, makasih ya udah nelfon."

"Sama-sama."

Panggilan diputus lebih dulu oleh Sena. Sementara itu di rumah sakit, Sena hanya ditemani oleh televisi yang mental tapi tidak ia tonton. Denis sedang kembali ke rumah karena harus menyiapkan pekerjaannya untuk besok, sementara Bu Mina sedang pergi menemui dokter Riyani.

Sena sebenarnya sangat ingin berbicara langsung dengan dokter Riyani, tapi Bu Mina melarang dengan alasan bahwa ia harus benar-benar siap untuk mendengar lebih lanjut tentang kondisi Yosse.

Pintu kamar inap Sena terbuka. Denis masuk bersamaan dengan Bu Mina, dokter Riyani, dan seorang dokter laki-laki yang nampaknya sudah senior.

"Halo Sena, gimana kondisinya?" tanya si dokter pria sambil tersenyum ramah.

"Udah mendingan, Dok."

"Sena, ini Dokter Irfan. Beliau dokter spesialis jantung yang saya mintai bantuan untuk memeriksa kondisi Yosse." ujar dokter Riyani.

Denis berdiri di samping Sena. Entah kenapa ia merasa harus bersiap jika sewaktu-waktu Sena mengeluarkan reaksi tak terduga. Lagipula kondisinya belum sepenuhnya stabil meski Sena sudah nampak jauh lebih baik.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang