Hari demi hari berlalu dengan tenang. Sena masih menjalankan rutinitasnya di rumah Bu Mina, Denis juga masih bekerja dan berkegiatan seperti biasa, bedanya lelaki itu kini sangat jarang meladeni kekasihnya yang belakangan sering marah-marah tidak jelas dan memilih dian di rumah. Entah untuk main dengan Yosse atau sesekali iseng menggoda Sena saat tidak ada Ibunya.
Sena sendiri juga sudah bisa merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Yosse nampak jauh lebih sehat, bahkan bayi mungil itu sudah tidak terlalu sering sesak napas meski sesekali masih membutuhkan bantuan oksigen. Ia juga cukup menikmati kehidupannya di rumah Bu Mina. Wanita itu memperlakukannya seperti keluarganya sendiri dan tidak pernah lagi mengungkit soal kondisi antara dirinya dan sang putra.
Pagi itu Sena sedang memberikan susu pada Yosse yang bangun sangat pagi.
"Kenapa senyum-senyum terus mimi nya, sayang? Yosse happy hari ini ya?" tanya Sena sambil tersenyum. Binar mata bening putranya benar-benar membuat hatinya berbunga setelah sebelumnya ia terus menatap cemas akan kondisi putranya.
Suara pintu kamarnya membuat kepala Sena menoleh dan tentu saja pelakunya adalah Denis.
"Udah nyusu dia?" tanya Denis. Pria itu nampak sudah rapi dengan jeans hitam dan kemeja dengan warna senada yang lengannya digulung sampai siku.
"Udah. Yosse bangun pagi banget tadi, jadi sekalian minum susu dulu sebelum saya ngerjain kerjaan rumah."
Denis mengangguk. Ia mengusap kepala sang anak kemudian memberikan kecupan singkat. Wangi bedak bayi dan minyak telon menyeruak masuk ke dalam hidungnya, memberi rasa segar karena wangi lembut itu menjadi aroma pertama yang ia cium di pagi hari.
"Hari ini gue pulang agak malem." ujar Denis. Itu menjadi kebiasaan barunya beberapa hari terakhir. Ia akan pamit pada Sena dan Yosse sebelum berangkat, kemudian selalu lapor jika harus sedikit lembur di kantornya.
"Oh, iya. Gak papa, Mas. Yang penting jangan lupa makan."
Denis tersenyum dan mengangguk.
"Gue jalan sekarang ya." ujarnya sambil mengusap helaian rambut Sena, tak lupa ia juga memberi kecupan lembut di kepala Sena yang tentu saja juga jadi kebiasaan barunya. Denis benar-benar memperlakukan Sena seperti istrinya sendiri meski mereka tidak memiliki status yang jelas selain hubungan antara majikan dan ART.
"Gak sarapan dulu, Mas?" tanya Sena.
"Nanti gue bawa roti sama susu di kulkas aja. Gue ada meeting pagi soalnya."
Sena hanya mengangguk kemudian Denis pun segera berangkat ke kantornya. Sepeninggalan lelaki itu, Sena tidak mampu lagi menahan senyumnya. Ia bahagia, sungguh. Ia benar-benar kembali merasa memiliki kehidupan yang normal sekarang ini. Mungkin apa yang selama ini menjadi ketakutannya hanyalah karena dirinya yang tidak siap untuk menerima risiko.
"Yosse seneng ya? Sama, Didi juga seneng. Mudah-mudahan rasa bahagia ini bisa bertahan sampe lama ya." ujarnya sambil tersenyum pada sang anak yang lagi-lagi menyunggingkan senyum lucunya.
___________
"Jadi, untuk kepentingan campaign produk--"
Drrtt
Denis menghembuskan napasnya untuk kesekian kali saat ponselnya kembali bergetar. Notifikasi dari Gisele lah penyebabnya. Gadis itu ribut terus-terusan mengiriminya pesan tidak penting sejak semalam. Denis tidak bisa mematikan ponselnya karena bahan meeting yang sedang ia jelaskan ia simpan di sana.
"Ah, mohon maaf atas ketidak profesionalan saya." ujarnya merasa bersalah pada atasannya yang sejak tadi hanya diam sambil memperhatikannya.
Denis mematikan semua notifikasi yang ada di ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjannya. Sebisa mungkin ia bersikap profesional meski nyatanya sang atasan terus menatapnya dengan pandangan intimidasi. Ia yakin setelah ini ia akan mendapat omelan dari bossnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Housekeeper
FanfictionContent Warning: • M-preg • BxB Sena pikir hidupnya sudah benar-benar hancur sekarang. Ia mengalami suatu pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pria asing yang mabuk. Kesialannya bertambah setelah Ibunya menemukan testpack yang tidak ia semb...