05

11K 978 73
                                    

Ardi memelankan gerakan mulutnya yang sedang mengunyah wafer pemberian Sena. Sepulang mereka bekerja, Sena langsung mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan pada Ardi. Dan setelah mengetahui cerita Sena, Ardi merasa sedikit aneh. Bukannya ia tidak senang Sena mendapat pekerjaan baru dengan gaji yang lebih baik, hanya saja semuanya terlalu mendadak.

"Jadi, mulai besok lo udah gak tinggal sama gue lagi dong?"

Sena mengangguk sebagai jawaban. Ada perasaan tak enak menyelimuti hatinya mendengar nada bicara Ardi yang seakan sedih dengan keputusannya.

"Bu Mina minta saya buat kerja mulai besok di rumahnya. Jadinya saya harus pindah besok."

Ardi hanya diam mendengar ucapan Sena.

"Bang Ardi ... gak marah 'kan?"

"Enggak, kenapa harus marah?" tanya Ardi bingung.

"Yaa ... soalnya 'kan, Abang udah baik banget sama saya selama ini. Terus giliran saya dapet kerjaan baru, saya malah harus ninggalin Bang Ardi."

Ardi mendengus kemudian tersenyum. "Santai aja kali Sen. Soal gue baik sama lo ya itu karna gue manusia yang punya hati. Gak usah di pikirin. Justru gue seneng kalo lo dapet kerjaan baru yang gajinya lebih gede. Jadi lo bisa punya tabungan buat ... buat anak lo 'kan?"

Masih ada perasaan aneh dalam diri Ardi harus mengakui bahwa Sena tengah mengandung seorang bayi saat ini. Nalarnya masih belum bisa sepenuhnya menerima, tapi bagaimana pun apa yang sudah terjadi yang memang tidak bisa diubah.

"Eh, tapi Sen, si Bu Mina itu tau soal kondisi lo?"

Sena menggeleng. "Gak tau, Bang. Tapi, saya udah mikirin kemungkinan yang bakal terjadi ke depannya."

Sena menyentuh perutnya yang semakin terasa membuncit.

"Ini bayi bakal terus berkembang di perut saya, dan pastinya bakalan ngerubah bentuk tubuh saya. Jadi, suatu saat Bu Mina pasti bakal nanyain kondisi saya sama kayak Abang kemarin. Dan saya udah siap sama risiko yang bakal saya terima nanti."

Ardi mengangguk perlahan sambil menatap Sena.

"Sen,"

Sena menatap wajah Ardi yang nampak serius.

"Kenapa Bang?"

"Gue cuma mau bilang, apapun yang terjadi sama lo dan lo gak punya tempat buat pulang, lo selalu bisa dateng ke sini. Gue bakal selalu nerima lo, dan anak lo kalo suatu saat lo butuh tempat buat istirahat."

Sena tertegun mendengar penuturan Ardi. Tidak ada kebohongan atau keraguan yang terpancar dari mata dan juga nada bicara lelaki itu. Yang Sena temukan hanyalah sebuah kepastian bahwa Ardi memang akan selalu menerimanya.

"Bang, tolong jangan bikin saya makin berutang budi sama Abang. Saya gak tau gimana harus bales kebaikan Bang Ardi." ujar Sena sedikit menahan rasa ingin menangis.

"Utang budi apa sih? Gak lah, gue beneran nerima lo gimana pun kondisi lo kok."

Ardi berjalan ke ruang depan dan kembali sambil membawa sebuah tas.

"Nih, gue pinjemin buat lo packing baju. Gue tau kita gak bakal pisah jauh-jauh, soalnya gue juga tau rumahnya Bu Mina di mana. Jadi nanti balikin ya." ujar Ardi bercanda.

"Makasih ya Bang."

"Sama-sama. Janji dulu lo sama gue, kalo habis lo kerja di tempatnya Bu Mina, lo bakalan lebih sehat. Gue perhatiin lo makin kurus aja, kasian anak lo nanti gak betah meluk ... emm, lo ada rencana dipanggil apa sama anak lo?"

"Apa ya? Kalo Ibu atau Mama 'kan gak mungkin."

"Iya soalnya lo gak punya nenen."

Wajah Sena seketika langsung memerah mendengar ucapan Ardi yang memang fakta tapi nada bicaranya terlalu polos.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang