25

8.4K 775 22
                                    

Terhitung sudah 2 hari ini Denis uring-uringan karena belum bisa menjalankan rencananya. Sena selalu pergi ke rumah sakit saat matahari belum naik ke permukaan. Entah jam berapa pemuda itu membersihkan rumah dan menyiapkan makanan yang ia simpan di kulkas. Yang jelas, setiap Denis hendak ke kantor, satu-satunya orang yang ia temui hanyalah sang Ibu yang sedang memanaskan makanan di dalam oven.

"Gimana cara gue ngetes DNAnya kalo begini terus??" monolognya lirih sambil mengusak rambutnya.

Sekarang Denis tengah berada di dalam mobil, sedang dalam perjalanan ke kantornya. Suara dering ponselnya ia abaikan karena sudah tahu bahwa yang meneleponnya pasti Gisele. Gadis itu tengah membuatnya jengah akan sikapnya.

"Ck! Bacot amat sih! Gue putusin juga lo lama-lama." gerutunya kesal dan langsung mematikan panggilan telepon dari Gisele.

Mobil Denis berhenti di lampu merah. Sedang kepala yang terasa pening, Denis menyandarkan tubuhnya di sandaran jok.

"Hiihhh, harus gimana ini ya?" monolognya frustrasi.

Ponselnya kembali berdering dan nama sang Ibu lah yang tertera. Tadinya jika nama Gisele lagi ia sudah bertekad akan mematikan ponselnya seharian.

"Ya Ma?"

"Denis, kamu udah sampe kantor?"

"Belum, masih di lampu merah. Kenapa?"

"Kamu gantian dulu jagain Yosse bisa? Mama ada acara dan mau minta tolong bantuan Sena karna Mama repot kalo ngurus sendiri."

Hati Denis seketika berbunga lebat mendengar permintaan sang Ibu.

"Oke, Denis belok ke rumah sakit sekarang."

Panggilan langsung di putus olehnya. Begitu lampu berubah hijau, Denis langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat Yosse di rawat.

Denis bergegas masuk ke gedung rumah sakit begitu mobilnya sudah terparkir. Ia membuka pintu ruang NICU dengan perlahan, takut mengganggu bayi kecil yang kini sudah nampak lebih baik dari saat pertama kali datang.

"Lo ... Disuruh pulang sama Mama ya? Tadi Nyokap gue nelfon mau minta bantuan lo." ujar Denis dengan suara pelan.

"Iya. Maaf ya Mas saya jadi ngerepotin lagi." sahut Sena tak enak hati.

"Gak papa. Kerjaan gue bisa dari mana aja kok dikerjainnya. Mending sekarang lo pulang, takutnya Mama udah nungguin dari tadi."

"Titip Yosse sebentar ya Mas. Nanti sore saya bakal balik lagi." pinta Sena yang dibalas anggukan oleh Denis.

Selepas kepergian Sena, Denis memandangi wajah Yosse yang nampak tenang dalam tidurnya. Tangannya terulur masuk ke dalam inkubator, tapi bukan untuk mengusap kepala bayi mungil itu, melainkan untuk mencabut beberapa helai rambutnya.

"Maaf ya, Yosse. Janji gak sakit kok." monolognya pelan kemudian menarik rambut bayi itu dan langsung mengusapnya agar Yosse tidak menangis.

Pintu kamar NICU terbuka dan masuklah seorang suster.

"Sus, saya titip bayinya sebentar ya. Saya mau ke resepsionis." pamitnya dan langsung bergegas meninggalkan kamar rawat Yosse.

Denis segera mengurus administrasi untuk melakukan tes DNA dengan rambutnya dan juga rambut Yosse. Rasa berdebar di jantungnya kian bertambah saat ia menyerahkan sample rambut miliknya dan juga milik Yosse.

Berusaha bersikap normal, ia kembali berjalan menuju ruang NICU dan duduk di depan inkubator Yosse. Dengan seksama kedua matanya memperhatikan lekuk wajah Yosse yang ia akui sedikit ada kemiripan dengannya.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang