21

8.3K 822 41
                                    

Denis menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sambil membuka satu kancing teratas kemejanya. Ia tiba di Bandung pukul 7 pagi dan langsung pergi ke perusahaan tempatnya melakukan tugas dinasnya. Lelah sangat terasa di tubuhnya, kantuk juga sudah ia tahan sejak keberangkatannya di jam 5 pagi karena durasi tidurnya yang lebih pendek dari biasanya.

Semalam, ia sebenarnya sengaja begadang sampai lewat tengah malam, dan soal ia meminta tolong pada Sena untuk membereskan bajunya hanyalah kedok agar ia bisa memegang Yosse selagi lelaki itu mengerjakan permintaannya.

Denis merogoh ponselnya yang ada di saku celana dan membuka galeri ponselnya. Satu-satunya foto yang langsung ia buka adalah fotonya Yosse. Bibirnya tertarik mengukir sebuah senyuman melihat wajah manis si bayi yang sedikit meringankan rasa lelahnya.

"Wah, lucu banget anaknya, Mas Denis."

Denis menoleh ke arah seorang pria yang merupakan pipinan direksi yang mengontrol langsung pekerjaannya.

"Oh, Pak Ryan. Bukan anak saya ini, Pak." sahut Denis sambil membenarkan posisi duduknya.

"Loh? Terus anak siapa?" tanya Ryan sambil ikut duduk di kursi sebelah kanan Denis.

"Anaknya sepupu saya." Ada perasaan berat dan seakan tak nyaman saat Denis menjawab dengan kebohongan seperti itu. Bukan rasa bersalah yang muncul karena berbohong pada rekan kerjanya, tapi lebih ke arah tidak suka saat harus mengatakan bahwa Yosse adalah anak 'sepupu'nya.

"Ooh, bisa dibilang ponakan berarti ya? Umur berapa?"

"Emm ... Tiga bulan, dua minggu? Mungkin?" Ryan hanya menganggukan kepalanya sebagai balasan.

Hening sempat menyelimuti keduanya sebelum akhirnya Denis memperhatikan salah satu meja di pojok ruangan yang nampak kosong.

"Pak Ryan, kalo boleh tau, itu meja yang di pojok kenapa kosong?" tanya Denis memecah keheningan.

"Ooh, itu, yang nempatinnya resign seminggu yang lalu."

"Kenapa resign?"

"Kurang tau sih jelasnya gimana, cuma ada gosip yang nyebar di kantor ini katanya sih dia hamil."

Denis hanya menganggukan kepalanya sebagai respon.

"Padahal dia cowok, gimana bisa hamil coba? Ada-ada aja." lanjut Ryan yang langsung membuat Denis menoleh ke arahnya.

"Cowok? Hamil?"

Ryan mengangguk. "Aneh 'kan? Emang kadang-kadang karyawan cewek di sini kalo bikin gosip suka berlebihan."

Denis sama sekali tak bisa berkomentar. Ia tahu ada perasaan terkejut mengetahui ada orang lain yang mengalami hal serupa dengan Sena meski itu hanya gosip belaka.

"Emang sih, beberapa kali juga saya pernah liat dia lagi muntah-muntah di toilet. Cuma masa iya cowok bisa hamil? Gak normal banget."

Ungkapan Ryan itu cukup memancing rasa kesal timbul di hati Denis meski logikanya sendiri menyetujui pendapat bahwa laki-laki bisa hamil itu tidak wajar. Tapi ada rasa tidak terima karena ia teringat Sena adalah salah satu yang mengalami ke'tidak normal'an itu.

"Saya pergi dulu ya Mas Denis, masih ada kerjaan."

Denis hanya mengangguk sambil memaksakan senyumannya. Gemuruh di hatinya seolah ingin memprotes pendapat Ryan soal ketidak normalan kondisi pria yang bisa hamil. Tapi lagi-lagi logika mengalahkan nurani, jadi Denis hanya bisa diam dan bersikap normal seperti biasa.

"Gue tuh kenapa ya? Perasaan hati gak enak banget." monolognya sambil mengusak rambutnya.

Berusaha membuang perasaan mengganjal di hatinya, Denis kembali menyalakan laptopnya dan meneruskan pekerjaan yang sempat ia tunda.

The Housekeeper Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang