Jerry menaikkan kedua alisnya saat membaca surat tes DNA yang diberikan Denis. Kini mereka berdua sedang duduk di kursi warung dekat kantor polisi tempat Jerry bertugas, duduk berhadapan dan saling diam setelah Denis tiba-tiba datang pada Jerry dan menyeret pemuda itu sambil menyerahkan amplop rumah sakit.
"Jadi ... Yosse beneran anak lo?"
Denis berdecak mendengar pertanyaan bodoh dari Jerry. Jelas-jelas ia datang untuk meminta penjelasan dari pemuda itu karena ia yakin kalau malam itu ia datang bersama Jerry ke sebuah klub malam.
"Gue kesini buat minta penjelasan dari lo. Lo nemenin gue ke klub malam itu 'kan?"
Jerry hanya menganggukan kepalanya dengan jujur. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan gurat terkejut atau sejenisnya saat mengetahui hasil tes DNA dari Denis dan Yosse.
"Kalo emang lo yang nemenin gue, terus kenapa lo ngebiarin gue ngelecehin orang?"
Decakan malas keluar dari mulut Jerry.
"Lo tuh bego apa gimana sih? Lo seenaknya dateng ke kantor, terus nyeret gue gitu aja pas gue lagi ngurus kerjaan. Gimana gue bisa ngehalangin lo sementara waktu itu lo izinnya cabut ke toilet tapi malah gak balik-balik. Dan kalo lo tanya kenapa gue gak nyariin lo, gue di telfon sama atasan gue, di omelin habis-habisan karna ninggalin kerjaan gitu aja dan semuanya gara-gara lo ribut sama cewek lo."
Denis langsung terdiam setelah Jerry mengeluarkan semua uneg-uneg kekesalannya karena merasa disalahkan.
"Terus sekarang ini gimana, Den? Sena udah tau 'kan? Udah ngomong sama dia?" sambung Jerry.
"Udah, dan gue gak tau harus gimana. Kepala gue pusing."
Helaan napas kasar terdengar dari Jerry. Jujur saja, ia sedikit merasa kasihan melihat sepupunya ini. Tapi di satu sisi ia sendiri juga kesal karena Denis tipikal orang yang bisa langsung tumbang jika ada masalah berat yang menerjangnya. Anak itu sudah terlalu terbiasa dengan kehidupan normal yang baik-baik saja.
"Tanggung jawab."
Denis menatap wajah datar Jerry.
"Sena gak ngizinin gue buat terlibat di hidupnya dia, Jer."
"Ya itu bukan urusan gue. Pokoknya gimana pun caranya, lo harus tanggung jawab. Lo udah ngehancurin hidup anak orang, Den. Sementara lo hidup baik-baik aja. Punya kerjaan bagus, punya cewek walaupun kayak bocah, orang tua lo sayang banget sama lo, hidup lo berkecukupan bahkan lebih, tapi Sena? Terus sekarang ketambahan lagi Yosse. Tega lo ngebiarin mereka hidup berdua doang?"
"Tapi gue harus gimana Jer? Gue bingung banget, semuanya terlalu ngagetin buat gue." Ujar Denis sambil meremat helaian rambutnya.
"Lo tenangin diri lo dulu, habis itu lo ngomong sana Nyokap lo. Gimana pun juga yang bakal lo bahas itu kelangsungan hidup cucu kandungnya kalo udah begini ceritanya."
"Terus Gisele?"
"Ya putusin lah. Ribet amat mikirin cewek kek bocah begitu."
________
Denis memasuki rumahnya dengan langkah kaki yang terasa berat. Setelah bertemu dengan Jerry, kini ia jadi memikirkan bagaimana caranya supaya Sena mengizinkannya bertanggung jawab atas Yosse. Tapi, pikiran soal bagaimana reaksi sang Ibu saat mengetahui kebenarannya menjadi bebas pikiran paling berat di otaknya.
Tubuhnya ia jatuhkan begitu saja di atas sofa ruang tamu. Helaan napas berat keluar dari celah bibirnya. Pusing dengan semua masalah yang tiba-tiba menghantamnya bertubi-tubi.
Sekarang ia mengerti kenapa dirinya semakin menempel dengan Yosse. Itu adalah perasaan seorang Ayah yang selalu ingin dekat dengan anak pertamanya. Semua perasaan cemburu saat melihat Yosse dan Sena lebih dekat dengan orang lain ketimbang dirinya, sekarang ia paham bahwa itu adalah naluri yang seharusnya dimiliki seorang suami dan seorang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Housekeeper
FanfictionContent Warning: • M-preg • BxB Sena pikir hidupnya sudah benar-benar hancur sekarang. Ia mengalami suatu pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pria asing yang mabuk. Kesialannya bertambah setelah Ibunya menemukan testpack yang tidak ia semb...