Bagian 14 : Cobaan berat Shafiya

2.9K 188 0
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Tunggu aku menyelesaikan pendidikanku dan membekali diriku dengan ilmu agar bisa menjadi Imam yang baik untukmu. Insyaa Allah, kita akan bertemu lagi. Sampai jumpa di waktu terbaik menurut takdir-Nya."

-Muhammad Zaidan Al-Faiz-

🍁🍁

Seorang lelaki duduk di dekat jendela kamarnya, memandangi sebuah kalung yang dia pegang. Bertahun-tahun berlalu, tetapi pemilik kalung dengan inisial 's' itu belum juga dia temukan. Dia sempat berfikir untuk membuangnya, tetapi begitu melihat adanya ciri khas di belakang liontin itu, niatnya dia urungkan. Sepertinya kalung ini sengaja dipesan seseorang.

"Hei, kamu. Siapa kamu sebenarnya? Apa kamu sudah melupakan kalung ini?" Reihan, lelaki itu bermonolog sendiri.

Derup langkah kaki yang terdengar mendekat, membuat Reihan cepat-cepat menyimpan kalung itu. Dilihatnya Zaidan yang baru kembali.

"Akhirnya kamu pulang juga, Zai. Habis darimana sih? Ngambil handphone aja lama banget! Ustadz Rifki barusan nelpon nanyain kamu." Reihan langsung melangkah mendekat dan mengoceh setibanya Zaidan masuk ke kamarnya.

"Maaf, tadi ada kendala di jalan." Zaidan melepas jaketnya. Dia melirik jam yang sudah menunjukan pukul 10 malam. Seharusnya Zaidan sudah sampai sejam lalu kalau dia tidak terjebak macet sehabis dari Klinik tadi.

"Tunggu! Kenapa wajahmu jadi babak belur gini? Bukannya tadi nggak papa?" tanya Reihan.

Zaidan tertegun. Seketika dia teringat perkelahiannya dengan para perampok di tengah jalan tadi.

"Nggak papa, kok."

Reihan berdecak. "Jangan bilang nggak papa-nggak papa, Ustadz Rifki nanti bakalan ngomel kalau tahu anaknya pulang dalam keadaan muka penuh memar gitu," ocehnya sambil mengambil kotak P3K di laci dan memgobati luka Zaidan. Terutama di sudut bibir lelaki itu yang membengkak.

"Coba sekarang cerita, apa yang terjadi sebenarnya?"

Karena terus didesak, akhirnya Zaidan menceritakan kejadian tadi pada Reihan. Lelaki itu menatapnya shock. Bagaimana tidak shock mendengar Zaidan melawan tiga pembegal seorang diri. Masih untung lelaki itu bisa pulang kesini dalam keadaan selamat.

"Aku langsung tidur, ya? Ngantuk!" Zaidan merebahkan dirinya di kasur. Berhubung dirinya sudah mandi sebelum pergi ke tempat seminar tadi untuk mengambil handphone-nya, dia akan langsung tidur saja. Lelah sekali rasanya.

---

"Abi ...! Umi ...! Kak Zaidan pacaran!" Hana berteriak kencang membuat seisi rumah langsung berhamburan keluar.

"Apa? Pacaran? Astaghfirullah, Zaidan!" Ustadz Rifki yang memang ada di rumah memasang wajah garang, bersiap mengamuk kalau saja Zaidan tidak segera memberikan penjelasan.

"Enggak, Abi. Zaidan nggak pacaran," elak Zaidan.

"Bohong! Buktinya nih, Kak Zai foto berdua sama cewek." Hana menunjukkan foto Zaidan bersama seorang gadis di HP-nya.

"Ekhm ... tes ... tes ... di dalam QS. 17 Al-Isra ayat 32 Allah berfirman 'walaa taqrabuzzina innahu kaana faahisyah wa sa'a sabiila, yang artinya 'Dan janganlah kamu mendekati zina. Karena zina adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." Hana memperagakan bagaimana waktu Ustadzah gurunya, mengajarnya di sekolah. Tak lupa tatapan tajamnya pada Zaidan. Lelaki itu mendengus.

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang