Bagian 45 : Perpisahan yang menyakitkan

2.6K 175 4
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Semuanya akan pergi kecuali Allah. Dialah yang Maha Kekal. Dia tidak akan meninggalkan kita, baik suka maupun duka. Dia selalu ada karena Dia berbeda dengan yang lainnya. Hanya saja, seringnya kita baru sadar akan hal itu ketika kita mulai tertimpa sesuatu, ketika kita kehilangan orang yang kita cintai. Sungguh! Dia sebenarnya sama sekali tidak akan meninggalkan kita.

————
🍁🍁


Dimas baru saja turun dari terminal. Khusus hari ini toko tempatnya bekerja memintanya pulang lebih awal dikarenakan mereka ada urusan keluarga.

Sebelum pulang, Dimas menyempatkan lebih dulu membeli kue brownis untuk Shafiya.

“Rame banget,” gumamnya melihat ke arah trotoar untuk menyeberang. Tatapannya tertuju pada lampu yang tergantung masih menunjukan lampu hijau. Beberapa menit kemudian, barulah lampu itu berubah merah.

Gerombolan orang yang hendak berjalan itu mulai menyeberang. Sepertinya karena baru saja ada pentas makanya di jalan ini sangat ramai. Dimas mempercepat langkahnya saat dirasa sudah seperkian menit tapi dia masih berada di tengah.

Astaghfirullah ....”

Dimas menoleh pada seorang Kakek tua yang terjatuh. Pria itu kembali berputar arah untuk membantu kakek tadi yang ternyata menyeberang dari arah berlawanan. Karena tak tega membiarkannya menyebrang sendirian, Dimas pun membantu Kakek itu terlebih dulu ke seberang baru kemudian dia berbalik lagi.

“Bapak awas ...!”

Dimas yang saat itu tak begitu mendengar tetap berlari dan seketika sebuah mobil menghantam tubuhnya keras hingga terlempar jauh. Dimas menatap sekelilingnya yang sebagian tertutup cairan kental yang tak lain darah. Seluruh tubuhnya seakan mati rasa. Sebelum kesadarannya hilang, Dimas mendengar suara gaduh mendekat padanya.

•••

Shafiya mematung membaca selembar kertas yang beberapa menit lalu diberikan Reihan. Kertas yang tak lain keterangan kalau Dimas baru saja melakukan operasi pencangkokan ginjal. Ayahnya itu ternyata pernah mendonorkan ginjalnya kepada seseorang.

“Om Dimas tidak mau membuat kamu khawatir, dia juga tak ingin kalau dengan memikirkan dia, fokus kamu dalam belajar akan terganggu.”

Shafiya menggigit bibirnya kuat. Ya Allah, Ayahnya sampai harus membahayakan dirinya sendiri hanya untuk memastikan masa depannya baik-baik saja.

“Fiya ....” Laras yang baru saja sampai di Jakarta satu jam lalu bersama Raftan, langsung menarik tubuh putrinya itu ke dekapannya. Seketika tangis Shafiya pecah. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di dekapan Laras.

“Ayah, Bu ....”

Laras diam. Wanita itu juga ikut menangis. Sama halnya seperti Shafiya, dia pun begitu terkejut saat tahu Dimas sudah mendonorkan ginjalnya kepada seseorang untuk biaya kuliah Shafiya.

“Kenapa Ayah lakuin ini? Kalau aja Fiya tahu demi kuliah Fiya Ayah nekad membahayakan nyawanya, Fiya nggak mau kuliah ....”

Laras diam. Dia sendiri masih tak mengerti apa alasan Dimas melakukan semua itu.

•••


Pukul tiga dini hari, seperti biasa Shafiya hendak melakukan shalat tahajud. Shalat yang sudah menjadi rutinitasnya selama dua tahunan ini. Setelah selesai mengambil air wudhu, gadis itu bersegera memakai mukenanya dan bersiap menghadap Allah serta berusaha melupakan apapun yang berkaitan dengan dunia.

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang