Bagian 28 : Sahabat karena Allah

2.7K 176 1
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اللَّهُمَّصَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.
(QS.57[ Al-Hadid]:22)


🍁🍁


“Yakin, kamu mau pergi sendiri, Nak? Cuacanya mendung gini, Ayah takut pas kamu berangkat malah hujan lagi,” ucap Dimas ketika Shafiya meminta izin padanya menghadiri Kajian.

Shafiya terkekeh. “Kalau kata Ustadz Adi Hidayat ini ujian, Ayah. Aku mau menghadiri Majelis Ilmu ‘kan pahalanya banyak,” sahutnya.

Dimas menghela nafas. Kalau saja dia tidak harus mengerjakan sesuatu, pasti dia sendiri yang akan mengantar putrinya itu.

“Yasudah, kamu hati-hati, ya?” Walau keberatan, Dimas akhirnya memberi izin. Dia juga akan merasa berdosa jika menghalangi putrinya itu yang hendak menuntut ilmu di rumah Allah.

“Shafiya pergi dulu ya, Yah. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

Sepeninggal Shafiya, Dimas lantas mengambil ponselnya dan menghubungi nomor seseorang.

“Hallo. Om akan kesana sekarang,” ujarnya lalu menutup teleponnya lagi.

Sementara di sebuah rumah mewah di kawasan Komplek perumahan elit, Jakarta Pusat, Reihan memasuki mobilnya dengan terburu-buru. Membuat sang Ayah menatap kepergian putranya itu dengan raut bingung. Bukannya semalam Reihan mengatakan jadwal prakteknya sedang off. Padahal, tadinya dia akan mengajak Reihan berkunjung ke rumah teman lamanya untuk menjenguk putranya yang sakit sekalian silaturahmi.

•••

Sekitar 30 menit, Shafiya sampai di tempat tujuan. Majelis Al-Ikhsan terpampang jelas di hadapannya sekarang. Sudah banyak jamaah perempuan yang hadir dan berhamburan masuk. Gadis itu mengerucut, melihat orang lain kebanyakan datang bersama temannya. Sedangkan dia sendirian. Andai saja ada Nadira.

Astaghfirullah ... mikir apa sih kamu, Shafiya? Kamu niat dateng untuk menuntut ilmu! Bukan mau nyari temen. Ya, syukur-syukur sih, pulang dari sini dapet temen hijrah juga. Hehe

Shafiya terkekeh sendiri dengan fikirannya. Sudahlah, daripada pusing memikirkan hal yang tak penting, seharusnya dia bersyukur masih diberi kesempatan menuntut ilmu setelah menjauhkan diri dari kajian di kotanya sendiri.

“Allah memang Maha Baik.”

Mata Shafiya mengedar ke setiap sudut Majelis. Tatapannya lalu tertuju pada kursi yang masih kosong di barisan kedua. Shafiya mengembangkan senyumnya dan hendak menuju kesana, tetapi tak sengaja dirinya bertabrakan dengan seorang gadis.

Astaghfirullah, maaf-maaf. Saya nggak sengaja.”

Gadis itu tersenyum. “Iya, gak papa, Kak. Aku yang salah, kok. Kakak mau ke depan juga?” tanyanya pada Shafiya. Shafiya mengangguk.

“Yaudah, kalau gitu ayo barengan!” ajaknya.

“Eh, gak papa, kamu duluan aja,” tolak Shafiya.

“Nggak papa, Kak. Ayo!” Tiba-tiba gadis itu memegang lengan Shafiya dan kedua gadis itu bersama-sama duduk di barisan kedua.

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang