Bagian 18 : Qada dan Qadar

2.7K 193 2
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

“Setiap orang bukan sebatas dirinya sendiri, melainkan ada qadar Allah yang menggerakkannya. Mustahil Allah menempatkanmu pada sesuatu, kecuali ada tugas tertentu yang harus kau lakukan, yang kemungkinan ada hikmah untuk kehidupanmu ke depannya. Lihat saja! Betapa takdir Allah telah menuntunku menemuimu untuk menjadi sahabatmu.”

-Nadira Anggita-

🍁🍁

“Tapi aku yakin Shafiya belum separah itu, Ma. Dari cara dia menyampaikan perasaannya padaku, dia masih sepenuhnya sadar dengan dirinya sendiri. Entah apa yang membuatnya sampai sedepresi itu, aku akan segera mencari tahu,” ucap Nadira menatap wajah Mamanya di layar ponselnya.

“Mama percayakan Shafiya padamu, Mama yakin kamu bisa membantu dia.”

Nadira mengangguk.

“Tenang aja, Ma. Aku sudah menjadi temannya sekarang, dan aku yakin Shafiya sebentar lagi akan terbuka padaku.”

“Semoga saja.”

“Kalau gitu aku tutup dulu telponnya ya, Ma. Aku takut ada yang mergokin kita.”

“Yasudah, Mama juga mau lanjut siap-siap. Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikumussalam.” Nadira menutup telponnya. Dia lantas berbalik dan betapa terkejutnya dia saat melihat Ayu berada di belakangnya.

“Loh, Bu Ayu ud–udah bangun?” tanya Nadira gagap.

“Siapa kamu sebenarnya?” tuding Ayu to the point.

Nadira menelan ludahnya. Sebisa mungkin dia bersikap tenang, ah tapi tetap saja. Aura berbohong akan terlihat sekalipun dia sudah mempelajari teknik-teknik seseorang terlihat normal dalam keadaan darurat.

“Maksud Bu Ayu?”

Ayu melangkah mendekat. Dia melirik smartphone di tangan Nadira. Nadira yang menyadari akan hal itu langsung menyembunyikan ponselnya itu ke belakang punggungnya.

“Kamu bilang semalam kamu dicopet? Lalu kenapa kamu masih punya ponsel sebagus itu? Kamu bohong!”

Nadira bungkam. Lidahnya kaku untuk digerakkan. Apa semuanya harus terbongkar secepat ini?

“Jawab saya! Siapa kamu sebenarnya?” desak Ayu.

Nadira menghela nafas. Rasanya sudah tak mungkin lagi Nadira menyangkal. Dia juga tidak berbakat untuk hal itu. Baiklah, dia akan jujur.

“Maafkan aku. Aku memang berbohong kepada kalian semua. Aku tidak kecopetan,” ungkapnya.

Ayu membelalak. “Apa alasan kamu berbohong? Kamu punya niat buruk pada Shafiya, ya?”

“Enggak! Bukan gitu maksud—“ Sebelum Nadira menjelaskan semuanya, Ayu sudah menarik tangannya dan membawanya ke kamar Laras. Laras yang sedang menyusui Ayna terkejut dengan kehadiran Ayu yang tiba-tiba. Terlebih, bersama Nadira.

“Ada apa ini?”

Ayu menoleh pada Nadira yang tengah menunduk. “Jelaskan apa yang sudah kamu katakan tadi kepadanya!”

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang