بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ||
🍁🍁
Aku ingin seperti Sayyidah Khadijah.
Walaupun dia harus menunggu usianya sampai 40 tahun, tetapi beliau mendapatkan suami terbaik sepanjang zaman yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.Aku tak menilai diriku seperti Sayyidah Khadijah. Tidak, bahkan percikannya aku tak akan mampu menyamai beliau.
Imanku, akhlakku dan ketaatanku kepada Allah dan Rasul-Nya masih sangat-sangat jauh dari kata sempurna.Namun, hikmah yang kuambil dari kisah mulia mereka adalah untuk mendapatkan yang terbaik, perlu perjuangan dan kesabaran yang tidak biasa. Butuh pembuktian yang sama istimewanya dengan dia yang diharapkan menjadi Imam dunia dan akhirat.
Seorang gadis terduduk di pinggir ranjang sambil mengenggam buket bunga tulip. Dia memegangi dadanya yang sejak tadi terus bergemuruh nakal.
"Bu, Fiya deg-degan terus!" adunya kepada seorang wanita yang tengah merapihkan alat-alat make up.
Laras tersenyum. Tak henti-hentinya dia berdecak kagum melihat putrinya yang sudah dirias beberapa menit lalu. Wajah yang biasanya polos tanpa setitik alat make up, tetapi hari ini wajah itu tampil semakin menawan dengan polesan make up natural. Dia belum memakai cadar karena periasnya bilang masih ada suatu hal yang kurang. Padahal, menurut Laras, Shafiya sudah sangat cantik.
Shafiya mengenggam tangannya yang sudah berkeringat dingin itu pada Laras. "Rasain deh! Sampai keringetan gini," adunya membolak balikkan telapak tangannya pada Laras. Perbuatannya itu membuat Laras terkekeh.
"Wajar, namanya juga baru pertama kali. Dulu Ibu juga kaya gitu sama Ayah kamu," sahut Laras. "Kayaknya baru kemarin Ibu gendong kamu, sekarang Ibu harus melepas kamu."
Shafiya memeluk Laras. "Bu, maafin Fiya ya kalau Fiya belum bisa jadi anak yang berbakti sama Ibu. Maaf Fiya banyak salah sama Ibu."
Laras mengecup puncak kepala gadis itu. "Pintu maaf Ibu akan selalu terbuka lebar sekalipun kamu belum memintanya, Nak."
Suasana emosional itu harus dihentikan oleh ketukan pintu. Muncullah dua wanita yang sama-sama berarti dalam hidup Shafiya. Maya dan Nadira. Keduanya berhambur memeluk Shafiya secara bergantian.
"Alhamdulillah Fiya, akhirnya kamu jadi juga sama Zaidan," ucap Maya.
Shafiya tersenyum.
"Doa Zaidan kenceng juga ya? Kayaknya dia itu udah merayu Allah supaya kamu nggak tertarik sama satupun cowok selama ini sampai dia sendiri yang datang." Nadira ikut menimpali.
"Udah-udah, stop bahas itu!" sahut Shafiya. Bukannya apa-apa, pipinya sudah sangat panas sekarang. Seandainya dia sudah memakai cadar.
"Cie ... yang malu-malu." Bukannya berhenti, Nadira malah semakin semangat menggoda Shafiya.
Membuat gadis itu merengut sedangkan Maya dan Laras tersenyum dengan tingkah gemasnya.
Tak lama perias yang tadi keluar sebentar kini sudah kembali lagi. Seperti yang dia katakan, wanita itu menambahkan sedikit liptint berwarna nude sama seperti lipstik yang Shafiya kenakan. Hal itu membuat tampilan Shafiya semakin fresh. Cocok dengan kepribadiannya yang kalem.
Kalila ikut masuk, dia mengatakan kalau semua sudah siap dan mereka bisa berangkat ke lokasi sekarang.
Acara akad dan resepsi dilakukan disatu tempat. Yakni di Ballroom Hotel Syariah Zaya, hotel yang tak lain milik Zaidan sendiri yang berlokasi di Bogor. Hanya berjarak 10 km dari rumah Shafiya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta Shafiya[END]
Fiksi Umum[Spiritual-Sad-Romance] •• Ditinggalkan ayah kandungnya tanpa sebuah alasan dan menjalani kehidupan baru dengan ayah sambungnya rupanya tak membuat penderitaan dan kesedihan yang dialami Shafiya berhenti. Hal buruk yang merusak mental dan jiwanya ba...