بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِاللَّهُمَّصَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
🍁🍁
Mata Zaidan memicing melihat mobil Abinya tiba di Pesantren, lalu di belakangnya disusul mobil lain yang itu artinya ada Arka dan Hana juga di sana.
“Kak Zai ...!” panggil Hana yang langsung berlari menghampiri Zaidan. “Kak Fiya belum pulang, ‘kan? Kak Zai gak suruh dia pulang dulu, ‘kan?”
“Enggak!” sahut Zaidan. Hana tersenyum lebar. Baru saja dia melangkah hendak menghampiri Shafiya, beberapa santri tiba-tiba mengerumuni dia.
“Kak, tolong panggilin Kak Fiya, ya? Bilang aja aku nunggu di sini. Ya?”
Zaidan menghembuskan nafasnya. Tanpa menjawab lelaki itu langsung pergi.Langkah Zaidan setibanya di depan tempat khusus belajar hafalan Qur’an terhenti, saat mendengar Shafiya yang sedang menjelaskan perihal keistimewaan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam pada Amel.
Masyaa Allah. Tanpa bisa dia tahan, senyumnya terbit. Entah sudah berapa kali Shafiya sudah membuatnya kagum hari ini. Pertama saat kemampuan mengajinya yang ternyata memiliki suara lembut dan menenangkan, kedua saat pertama kali gadis itu memanggilnya Gus, dan sekarang ... dengan sangat logis dan bahasa yang mudah dipahami seusia anak-anak, gadis itu menjelaskan bagaimana istimewanya Rasulullah sekaligus memberinya motivasi untuk lebih giat beribadah.
Zaidan rasa siapapun laki-laki yang menjadi suaminya, kelak laki-laki itu akan menjadi laki-laki yang sangat beruntung. Dia bukan hanya memiliki sifat keibuan, tapi juga bijak dan dewasa.
Astaghfirullah.
Zaidan buru-buru menunduk saat menyadari dia sudah terlalu lama memandangi gadis itu. Amel tiba-tiba berlari menghampirinya. Bersamaan dengan itu Shafiya juga menoleh.
Zaidan melirik kanan-kirinya dengan gugup. Jelas sekali kalau saat ini salah tingkah. Tunggu! Kenapa harus salah tingkah sih?
•••Usai menonton kajian rutinnya sebelum tidur, mengulang hafalannya tadi dan menulis kegiatannya hari ini di buku diary, Shafiya beranjak ke dapur mengisi teko persediaan air di kamar yang sudah menipis. Besok dia harus bangun lebih pagi dikarenakan mulai masuk sekolah lagi.
“Lalu kapan operasinya dilakukan?”
“Satu bulan lagi? Kenapa lama sekali?”
Shafiya menghentikan langkahnya saat melewati kamar Dimas begitu mendengar percakapan itu. Operasi? Operasi apa yang dimaksud Ayahnya barusan?
“Tapi ginjalnya sudah pasti cocok, kan?”
Shafiya tak bisa menahan rasa penasarannya, dia melangkah masuk dan menegur Dimas. Sontak, mendengar itu Dimas dengan cepat menutup telpon dan membuat Shafiya mengerutkan keningnya.
“Ayah? Barusan siapa yang ayah telpon? Kalau nggak salah Fiya dengar ada operasi dan ginjal segala. Ayah lagi nelpon siapa?”
“Teman. Teman Ayah. Dia akan melakukan operasi pencangkokan ginjal karena ginjal yang satunya sudah rusak.”
Mungkin jika Shafiya masih dirinya yang dulu, gadis itu akan langsung percaya. Tapi, tidak dengan sekarang. Shafiya sadar seratus persen ada yang tidak diungkapkan dengan jujur dari kalimat Dimas barusan. Tapi apa ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta Shafiya[END]
Ficción General[Spiritual-Sad-Romance] •• Ditinggalkan ayah kandungnya tanpa sebuah alasan dan menjalani kehidupan baru dengan ayah sambungnya rupanya tak membuat penderitaan dan kesedihan yang dialami Shafiya berhenti. Hal buruk yang merusak mental dan jiwanya ba...