بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Setiap ujian adalah bentuk tahapan seseorang dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, dan untuk menjadi orang yang berkehendak dan memiliki keyakinan, seseorang harus dihadapkan dengan ujian yang sedemikian berat. Bukan karena Allah tak sayang, tapi karena Allah tahu hamba-Nya mampu melewati semua itu.”
🍁🍁
Zaidan menarik Andi yang hampir berbuat hina itu hingga tersungkur ke lantai. Sebelum lelaki itu sempat berkilah, lelaki itu dengan segera membogem wajahnya.“Lo–” Andi yang sudah kelewat emosi semakin menjadi-jadi dan balas memukul Zaidan. Perkelahian tak dapat dielakkan lagi. Keduanya saling beradu kekuatan.
“Beraninya kau berbuat kotor pada Shafiya!” Zaidan mencengkeram kuat kerah pakaian Andi dan kembali memukulnya dengan membabi buta. Lelaki itu seakan sudah lepas kontrol dan membiarkan dirinya dikuasai oleh kemarahannya.
Tak lama kemudian, Raftan dan Reihan tiba di sana. Keduanya kompak terbelalak dengan apa yang terjadi dan segera memisahkan keduanya.
“Zai, hentikan!” Reihan menarik tangan Zaidan yang bersiap menghantam wajah Andi dengan kepalan tangannya, tapi tak berhasil.
“Zai, berhenti! Dia bisa mati, Zai! Jangan kelewatan! Lo mau bunuh dia, Hah? Lo mau biarkan setan mengendalikan amarah lo dan merasa menang? Bagaimana ketika lo menghabisi dia, Malaikat Maut datang mengambil nyawa lo? Apa yang akan lo jawab kalau Allah mempertanyakan ini? Zaidan ...!” Reihan bercerocos sekaligus mencoba menjauhkan Zaidan dari Andi yang sudah terkapar di lantai.
Para Polisi lantas membawa Andi beserta Anak buahnya. Sesaat sebelum dibawa pergi, Andi menatap Reihan sekilas. Tatapannya berubah nanar. Reihan yang melihat itu menelan ludah. Dia lalu beralih pada Zaidan yang masih mengatur nafasnya yang memburu.
“Tenangkan diri lo, istighfar ...,” ucap Reihan seraya menepuk bahu lelaki itu.
Zaidan diam. Lelaki itu memejamkan matanya sejenak, lalu duduk di kursi dengan lemas. Berulang kali dalam hatinya mengucap istighfar.
“Ayah ....”
Zaidan beralih menatap Shafiya yang sekarang sudah berada di pelukan Dimas. Lelaki itu langsung membuang pandangannya ke arah lain. Darahnya mendidih mengingat kejadian beberapa menit lalu. Zaidan sekarang menyadari kalau perasaan itu memang sudah memenuhi relung hatinya. Dia tidak bisa mengelak lagi.
Zaidan mencintai Shafiya. Dia menginginkan gadis yang kurang semeter di hadapannya kini untuk menjadi kekasih halalnya bukan karena menepati janji semata, tetapi memang dirinya membutuhkan Shafiya. Dia ingin menjadikan gadis itu pasangan sehidup sesurga dalam meraih ridha-Nya.
•••
“Shaf ....” Raftan menyodorkan segelas air putih kepada Shafiya. Ketiganya sudah berada di Jakarta dua jam yang lalu.
Shafiya menerima gelas itu dengan tangan gemetaran. Gadis itu sudah lebih tenang, walau bayangan kejadian mengerikan itu masih terpatri dengan jelas dalam benaknya.
“Maafin Kakak ya, Dek. Kalau aja waktu itu Kakak nggak langsung pulang, kamu nggak akan ngalamin semua ini. Ini salah Kakak.” Raftan menunduk lesu. Entah sudah berapa kali dia mengatakan itu. Sungguh Raftan sangat menyesal dengan kelalaiannya.
Shafiya tersenyum kecil. “Semua sudah terjadi, tidak ada yang perlu disesali, Kak. Lagipula, aku juga udah nggak papa sekarang,” ucapnya meyakinkan Raftan.
![](https://img.wattpad.com/cover/345133966-288-k833320.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta Shafiya[END]
General Fiction[Spiritual-Sad-Romance] •• Ditinggalkan ayah kandungnya tanpa sebuah alasan dan menjalani kehidupan baru dengan ayah sambungnya rupanya tak membuat penderitaan dan kesedihan yang dialami Shafiya berhenti. Hal buruk yang merusak mental dan jiwanya ba...