بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
🍁🍁
Penyambutan yang berlebihan.
Seperti itulah yang Zaidan fikirkan saat pertama kali dirinya kembali. Ayolah! Dia itu bukan satu-satunya Gus dari pemilik Pesantren ini, kenapa para Santri dan Santriwati sampai menggelar penyambutan kepulangannya seheboh ini?
Lagipula, dia di sini juga tidak akan lama.“Kok Hyung kelihatan nggak seneng gitu sih?” tegur Arka melihat Kakaknya itu malah memasang wajah bete dibandingkan gembira begitu sampai di Pesantren.
Tak sempat Zaidan menjawab karena Ustadz Rifki dan Ustadz lainnya sudah menghampiri Zaidan. Zaidan tersenyum dan dengan sopan mencium punggung tangan keduanya.
“Masyaa Allah, Zai. Kamu makin ganteng aja!” puji seorang Ustadz disebelah Ustadz Rifki.
Zaidan hanya menanggapi dengan senyum tipis. Spontan langsung menundukkan pandangan saat seorang perempuan mendekati mereka.
“Nah, Zai. Kamu masih ingat Naira Anaknya Ustadz Husein? Nah ... ini dia,” ujar Ustadz Rifki memperkenalkan teman lama serta putrinya pada Zaidan.
Naira mengatupkan kedua tangannya, begitupun Zaidan. Keduanya tidak saling pandang.
“Kak! Kak!” Tiba-tiba Hana berlari mendatangi mereka, membuat pandangan Zaidan, Ustadz Rifki, Ustadz Husein dan Naira kompak menoleh.
“Ditungguin Kakek tuh di dalem!”
Kakek emang penyelamat!
Zaidan mengangguk. Setelah berpamitan dengan semuanya, Zaidan langsung pamit pergi masuk ke dalam.
•••
“Assalamu'alaikum, Kakek!” Zaidan langsung melempar tasnya dan berhambur ke pelukan Kakeknya.
Inilah Muhammad Zaidan Al-Faiz, sifat manja dan kekanak-kanakkannya akan keluar jika bersama Kakeknya itu.
“Wa'alaikumussalam. Wah, jagoanku udah dateng rupanya!” sahutnya dengan tertawa. Walau usianya sudah menginjak kepala enam lebih, Kakeknya itu masih kelihatan segar dan kuat. Terbukti dari kepiawaiannya yang masih mampu memimpin perusahaan.
“Gimana sama penyambutannya? Suka?” tanya Sang Kakek dengan senyum tertahan. Padahal, tanpa dia harus tanyapun, dia sudah tahu jawabannya. Ya, cucunya itu dari dulu memang tak berminat di Pesantren. Cita-citanya malah ingin jadi CEO. Bertolak belakang dengan Ayahnya. Tidak apa, asalkan agama menjadi titik fokus No.01. Abinya--Ustadz Rifki juga tidak memaksa Zaidan harus jadi Ustadz juga.
“Berlebihan banget! Apalagi pas tadi para santriwati pada heboh lihat aku dateng.”
Sang Kakek hanya mangguk-mangguk saja. “Kamu juga udah ketemu Naira? Anaknya Ustadz Husein?”
Zaidan mengangguk.
“Denger-denger katanya kamu mau dijodohin loh sama dia,” bisik Sang Kakek yang seketika membuat Zaidan terbelalak. Dijodohkan?
“Selamat cucuku. Kisahmu nanti bakal cosplay kayak dinovel-novel itu loh, yang Gus atau Ningnya dijodohin,” ujar Sang Kakek dengan kosa kata gaulnya yang entah dia belajar dari mana.
Zaidan mendengus. Terlebih Kakeknya itu malah menertawakannya.
“Kakek gak asyik!” Zaidan memasang wajah bete.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta Shafiya[END]
Ficción General[Spiritual-Sad-Romance] •• Ditinggalkan ayah kandungnya tanpa sebuah alasan dan menjalani kehidupan baru dengan ayah sambungnya rupanya tak membuat penderitaan dan kesedihan yang dialami Shafiya berhenti. Hal buruk yang merusak mental dan jiwanya ba...