Bagian 35 : Debaran tak biasa

2.4K 180 6
                                    


بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁

Assalamu'alaikum...
Bacanya pelan-pelan aja ya, part terpanjang yang aku tulis, mengandung 2000 kata lebih, wahh..

Jangan bosan baca ceritaku yaa🤭

Udah mengaji hari ini?
Selamat membaca

🍁🍁


Hana melangkah menuju ruang tengah dimana di sana sudah ada Zaidan yang baru kembali sekitar dua puluh menit yang lalu. Rima dan Ustadz Rifki sedang ke Pesantren dan mungkin akan kembali nanti malam.

Mata Hana memicing melihat Zaidan di sampingnya yang fokus mengetik sesuatu di laptopnya, entah sedang apa. Wajahnya begitu serius.

Gadis itu melirik jam yang sudah menunjukan pukul setengah dua siang.

“Kak Fiya udah pulang dari sekolahnya belum ya?” Gadis itu bermonolog sendiri. “Coba chat deh!”

Hana : [Assalamu’alaikum. Kak, udah pulang?]

Shafiya : [Wa’alaikumussalam. Masih di jalan. Kenapa, Na?]

Hana : [Nanti ke rumah aku, ‘kan?]

Shafiya : [Insyaa Allah. Tapi bukannya Kakak kamu ke Bogor ya?]

Hana : [Udah pulang, kok. Ini lagi duduk di samping aku.]

Shafiya : [Coba tanya dulu sama Kakaknya, kalau misalkan dia cape mending hari ini nggak usah ngajar dulu! Biarin istirahat aja, takutnya nanti sakit.]

Hana tersenyum. Kepada orang asing saja, Shafiya seperhatian ini. Apalagi kepada orang yang dia sayang.

Hana : [Dia pasti mau, kok. Kan udah janji mau ngajarin Kakak selama tiga hari. Atau mungkin sampai seumur hidup juga nggak keberatan. Tapi, tetap bakal aku tanya dulu deh.]

“Kenapa kamu chat sambil senyum-senyum gitu?” Zaidan yang mengambil minum di meja, tanpa sengaja memergoki adiknya itu senyum-senyum tak jelas. Dia menatap adiknya itu curiga.

Hana menoleh. “Nggak papa. Oh iya, Kak. Kata Kak Fiya, Kakak beneran bisa ngajar dia? Kalau cape nggak usah katanya, takutnya Kakak sakit,” ucapnya yang spontan membuat Zaidan yang sedang minum itu tersedak.

Astaghfirullah, Kak. Pelan-pelan atuh minumnya.”

“Ini juga udah pelan-pelan kali.”

“Terus kok bisa keselek gitu? Salting ya?” goda Hana menatap jahil Kakaknya tersebut.

Zaidan melotot. “Ngaco kamu! Mana ada!” kilahnya meletakkan gelas di meja dengan setengah membanting. Ada gelenyar aneh dalam dadanya. Tapi apa?

“Kak Fiya perhatian banget ya, Kak. Udah baik, sholehah, paket komplit—“

“Dek!” instruksi Zaidan cepat. Buyar sudah konsentrasinya. Dia menyorot mata adiknya itu serius. “Kamu tahu kalau Kakak udah terikat janji sama seseorang dan sekarang Kakak lagi berusaha buat cari dia. Jangan berlebihan menceritakan perempuan lain di depan Kakak!” tegasnya, kemudian beranjak berdiri dan meninggalkan Hana yang mematung di sofa.

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang