بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِاللَّهُمَّصَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
||
“Kamu adalah wanita kedua setelah Umi yang Kakak sayangi lebih dari apapun. Siapapun yang jadi istri Kakak nanti, dia juga harus menyayangi Hana sama seperti dia menyayangi saudaranya. Itu syarat mutlak! Kalau enggak, ya Kakak nggak akan nikah sama dia.”
Muhammad Zaidan Al-Faiz
🍁🍁
“Kita mau langsung pamit ya, Kak.”“Makasih banyak kalian udah anterin aku pulang,” ucap Shafiya.
Hana dan Zaidan mengangguk.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam,” jawab Dimas dan Shafiya. Setelah melihat mobil itu melaju pergi, keduanya langsung masuk ke dalam rumah.
“Maaf ya, Yah, Shafiya udah buat Ayah khawatir,” ucap Shafiya merasa bersalah.
Dimas tersenyum. “Nggak papa, Nak. Namanya juga musibah 'kan nggak ada yang tahu,” ucapnya. Meski tak dipungkiri dia merasa sangat cemas dan marah karena Shafiya belum pulang hingga sudah masuk Isya, tapi semua itu berganti lega saat Zaidan dan Hana menceritakan awal kronologi Shafiya bisa mampir ke rumah mereka dulu.
“Sekarang Fiya istirahat aja, ya!”
Shafiya mengangguk dan berpamitan ke kamar seperti yang diperintahkan Dimas.
•••
Sudah menjadi rutinitas keluarga Faizal jika setelah shalat Isya, mereka akan melakukan muraja’ah terlebih dahulu sebelum tidur. Berhubung Arka, putra bungsu dari keluarga itu masih di Pesantren, maka muraja’ah Al-Qur’an hari ini adalah Zaidan bersama Hana yang baru selesai bersiap setelah mengantar Shafiya tadi. Kalau Rima dan Ustadz Rifki sudah menyelesaikan muraja'ah mereka duluan dan keduanya sudah di kamarnya sekarang.
“Wa idz ta adzdzana Rabbukum la-in syakartum la aziidannakum wa la- im–”
“Wa la-in,” koreksi Zaidan.
“Wa la-in kafartum inna’adzaabii lasyadiid.”
“Ulangi!” titah Zaidan.
“Wa idz ta adzdzana Rabbukum lain syakartum la aziidannakum wa la-in kafartum inna’adzaabii lasyadiid.”
“Ulangi!”
Hana menghela nafas sejenak. “Wa idz ta adzdzana Rabbukum la-in syakartum la aziidannakum wa lain kafartum inna’adzaabii lasyadiid.”
“Bagus!” puji Zaidan seraya mengusap puncak kepala Hana yang terbalut mukena putih. Hana tersenyum. Keduanya sedang dalam mode akur rupanya.
“Kalau Kak Zai udah nikah, masih bisa gini ya?”
“Kaya gini gimana?” tanya Zaidan sambil menunduk, memahami kembali makna ayat al-Qur'an yang barusan dia dan Hana baca. Begitu lelaki itu mendongakkan wajahnya, betapa terkejutnya dia saat melihat mata Hana sudah berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta Shafiya[END]
Fiksi Umum[Spiritual-Sad-Romance] •• Ditinggalkan ayah kandungnya tanpa sebuah alasan dan menjalani kehidupan baru dengan ayah sambungnya rupanya tak membuat penderitaan dan kesedihan yang dialami Shafiya berhenti. Hal buruk yang merusak mental dan jiwanya ba...