Bagian 34 : Perjuanganku mencarimu

2.5K 158 3
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

🍁🍁

Zaidan turun dari mobilnya dan menatap bangunan rumah bercat biru yang menjulang di depannya kini. Akhirnya dia kembali ke rumah itu. Lagi, setelah sebelumnya dia juga pernah mengunjungi rumah ini di hari kepulangannya dari Madinah dan setelah pulang dari Pesantren untuk menjemput dia, tapi malah menemukan sebuah fakta kalau dia dan keluarganya sudah pindah.

Tok! Tok!

"Assalamu'alaikum." Zaidan berucap salam dengan sopan. Dia berharap kali ini, pemilik rumahnya mau berbaik hati memberi tahunya dimana keberadaan dia dan keluarganya sekarang.

Tepat beberapa menit kemudian, seorang wanita agak tua membuka pintu tersebut. Zaidan tersenyum sopan.

"Wa'alaikumussalam." Wanita itu mengerutkan keningnya melihat Zaidan.

"Ibu ingat, saya juga pernah kesini mungkin ... semingguan yang lalu," ucap Zaidan mengingatkan wanita itu kembali akan kedatangan yang pertama kali.

"Oh ... kamu yang waktu itu nanyain pemilik asli rumah ini, kan? Haduh ... ngapain kamu balik lagi? Udah, sana pergi! Saya nggak tahu! Pergi-pergi!"

"Bu, saya mohon izinkan saya jelasin dulu maksud kedatangan saya."

"Saya nggak ada waktu, saya masih banyak kerjaan. Udah, kamu pergi!"

"Saya mo-"

"Siapa yang datang, Bu?" Seorang pria tiba-tiba muncul dari dalam. Itu adalah suaminya wanita tadi.

"Dia siapa?" tanya pria itu saat melihat Zaidan.

Istrinya menggeleng. "Bukan siapa-siapa, Pak. Orang nggak jelas!" sahutnya. "Udah, kamu pergi!" usirnya pada Zaidan.

"Tunggu! Wajah kamu terlihat familiar ...." Tiba-tiba pria tadi menelik wajah Zaidan. "Kamu sekilas mirip dengan Ustadz Rifki yang kemarin diundang kesini," ujarnya.

Zaidan menjabat sopan pria tersebut. "Saya memang putranya. Nama saya Zaidan."

"Masyaa Allah, kamu putranya Ustadz Rifki? Bu, gimana sih, main usir-usir aja!" tegur pria itu menegur istrinya.

"Ayo masuk, Nak!" ajak pria itu pada Zaidan. Tatapannya beralih pada istrinya yang masih berdiri di ambang pintu. "Kamu buatin minum sana!" titahnya.

"Tidak usah, Pak. Saya juga nggak lama, kok," tolak halus Zaidan.

Pria itu terdiam sebentar, lalu mengangguk. "Yasudah, ayo duduk dulu! Nggak enak mengobrolnya kalau sambil berdiri. Ayo!" ajaknya mempersilahkan Zaidan masuk dan duduk.

"Jadi, Nak, apa tujuan kamu kemari?"

"Langsung saja ya, Pak. Saya ... saya ingin menanyakan perihal pemilik sebelummya rumah ini, Pak. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang penting pada mereka," ujar Zaidan.

Terdengar helaan nafas keluar dari pria itu. "Haduh, Nak. Kalau itu saya kurang tahu," jawabnya yang sukses membuat percikan semangat Zaidan yang sudah berkobar menyurut.

"Yasudah, Pak. Tidak papa, kalau begitu ...." Zaidan lantas beranjak berdiri. "Mohon maaf, saya tidak bisa lama-lama, maaf juga kalau sudah merepotkan." Zaidan menyalim tangan pria itu sopan.

"Assalamu'alaikum."

"Wa-alaikumussalam."

Zaidan lantas melangkah keluar dari rumah itu. Tepat saat dirinya hendak memasuki mobil, pria tadi kembali memanggilnya. Zaidan mengerutkan kening saat pria itu memberinya secarik kertas.

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang