Bagian 21 : Hidayah-Mu

2.7K 170 0
                                    


 بِسْــــــــــــــــــمِاللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

setiap orang memang butuh waktu yang lumayan lama untuk bisa menemukan dirinya sendiri. Meskipun harus berkelit-kelit, banyak rintangan serta tantangan yang tidak mudah hingga akhirnya tiba ke titik dimana dia bertemu dengan suasana atau dimensi untuk menemukan kata pulang. Pulang untuk mendekat kepada Sang Pemilik raga. Pemilik jiwa. Allah Subhanahu wa Ta'ala.”



🍁🍁

Jam sudah menunjukan pukul 17.20, Nadira dan Maya masih mengelilingi Jakarta untuk mencari Shafiya.

“Kamu yakin Shafiya bukan pulang ke rumahnya?” tanya Maya. Begitu mendapatkan kabar kalau Shafiya tahu tentang rencananya selama ini, tak membuang waktu Maya langsung izin pada Pak Guntur untuk ke Jakarta. Kabar baiknya, tiket kereta untuk rute Jakarta-Bogor masih tersedia waktu itu.

“Aku yakin dia masih di Jakarta, Kak.” Nadira berucap tanpa ragu. Instingnya mengatakan gadis itu memang masih di Jakarta. Semarah-marahnya Shafiya padanya ataupun pada keluarganya, Nadira tahu gadis itu tak akan membuat mereka khawatir dengan tiba-tiba pulang dalam keadaan sedih.

“Kak, aku takut kejadian dulu terulang lagi,” ucap Nadira tiba-tiba.

“Maksud kamu?” tanya Maya tak mengerti.

Nadira mengalihkan pandangannya ke depan. Matanya terpejam bersamaan kilas balik pertemuannya dulu dengan Shafiya terlintas. Betapa terkejutnya dia saat itu saat melihat Shafiya hendak mengakhiri dirinya.

“Enggak! Enggak mungkin! Bukannya kamu sendiri bilang Shafiya sekarang sudah banyak berubah!” bantah Maya. Jangan sampai! Jangan sampai Shafiya mengulangi tingkah konyolnya lagi.

Sementara itu, di sebuah kamar di Rumah Sakit Pusat, Jakarta, seorang wanita mulai sadar dari pingsannya. Dia memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Tatapannya menerawang, seketika dia mengerutkan keningnya saat menyadari dirinya ada di Rumah Sakit. Shafiya, gadis itu terkejut bukan main dan langsung beranjak bangun. Namun, gerakannya untuk pergi tertahan karena dadanya yang terasa sakit.

“Mbak, Mbak, sudah bangun? Alhamdulillah ....” Seorang gadis dengan kemeja krem kotak-kotak dan rok berwarna coklat mendatangi Shafiya.

Shafiya mengerutkan kening. Siapa gadis itu? Dan kenapa dia bisa berada di Rumah Sakit? Siapa yang membawanya? Apa yang terjadi padanya?

Belum juga terjawab pertanyaan yang bermunculan di otaknya, seorang Dokter memasuki ruangan tersebut.

Alhamdulillah ... kamu sudah siuman,” ucap Dokter itu menatap Shafiya diiringi senyuman.

“Mbak, gimana keadaannya? Apa dadanya masih sakit?” tanya perempuan itu pada Shafiya.

Shafiya hanya mengangguk saja. Dia rasanya sangat lemas untuk berkata apa-apa. Dadanya semakin sakit kala dia bergerak.

“Kamu istirahat dulu saja ya, jangan dulu banyak bergerak!” titah Dokter itu. Shafiya tak menjawab, tapi menuruti perkataan Dokter itu dan kembali merebahkan dirinya di brankar.

Seorang gadis yang pertama menyambutnya tadi, duduk di sampingnya. Dia mengatakan kalau dia menemukan Shafiya pingsan di jalanan dekat jembatan.

Terkejut! Tentu saja Shafiya terkejut. Tapi, mendengar pengakuan gadis itu, Shafiya mulai sedikit-sedikit mengingat apa yang sudah terjadi padanya. Iya, dia mengingat semuanya.

Munajat Cinta Shafiya[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang